5 Konsep Pengembangan Kompetensi ASN



ABSTRAK

Pandemi covid-19 telah melapangkan jalan menuju evolusi. Salah satunya ialah sistem kerja yang kini dijalankan ASN. Demi mencegah penyebaran virus yang tak kunjung usai ini, mekanisme bekerja tidak lagi mengandalkan pada aktivitas tatap muka atau offline. Aktivitas kerja secara online menjadi pilihan terbaik. Di dalam pelaksanaannya, mekanisme kerja itu dijalankan dengan dua sistem kerja baru, yaitu bekerja di kantor (WFO) dan bekerja dari rumah (WFH). Sebagaimana halnya sebuah evolusi, maka dalam mewujudkan pelayanan memang dibutuhkan kerja keras yang tak boleh lelah. Melayani kebutuhan publik, menjadi sebuah keharusan. Di sisi lainnya, menjaga diri untuk tidak terpapar virus juga menjadi kewajiban yang tak bisa dikompromikan. Kedua tugas besar inilah yang sekarang tengah berevolusi. Inilah pijakan dasar dari dua sistem kerja baru yang dijalankan. Dengan pengaturan ini, di daerah dengan risiko penularan tinggi, jumlah pegawai yang bekerja di rumah bisa mencapai 75%. Pengaturan ini sangat tepat untuk dilakukan demi menjaga kesehatan dan keselamatan para ASN dan masyarakat secara luas. Mengingat situasi pandemi covid-19 diperkirakan masih akan berlangsung, pemerintah perlu melakukan antisipasi, dengan mulai mengubah sistem kerja selama ini yang masih mengandalkan administrasi publik model lama.

BAB I
PENDAHULUAN

Saat ini, sistem yang membantu pelaksanaan fungsi pelayanan publik dengan data serta informasi yang terintegrasi terus dioptimalkan. Ikhtiarnya ialah integrasi ini nantinya dapat diakses di mana saja dan kapan saja demi mendukung kelancaran pekerjaan dan pelayanan kepada masyarakat. Pemerintah pusat sadar tidak bisa lepas tanggung jawab, terutama untuk daerah-daerah yang memiliki keterbatasan kapasitas keuangan, SDM, ataupun teknologi. Sejumlah ikhtiar telah dirintis, dari peningkatan pengetahuan hingga dukungan yang bersifat nyata untuk mengatasi berbagai kendala.

Kompetensi didefinisikan sebagai karakteristik yang mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektivitas kinerja individu dalam pekerjaannya (Mitrani, 1992 & Spencer & Spencer, 1993). Inti utama dari sistem kompetensi adalah sebagai alat penentu untuk memprediksikan keberhasilan kerja seseorang pada suatu jabatan tertentu. Pengertian kompetensi menurut para ahli diuraikan sebagai berikut:
  1. Kemampuan (ability) atau kapasitas seseorang untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan, dimana kemampuan ini ditentukan oleh dua faktor yang kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Stephen Robbin, (2007:38);
  2. Karakteristik mendasar yang dimiliki seseorang yang berpengaruh langsung terhadap, atau dapat memprediksikan kinerja yang sangat baik. Sedarmayanti (2009:126);
  3. Faktor mendasar yang dimiliki seseorang yang mempunyai kemampuan lebih, yang membuatnya berbeda dengan seseorang yang mempunyai kemampuan rata-rata atau biasa saja. Mangkunegara, (2005:113); dan
  4. Kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku seorang PNS yang dapat diamati, diukur, dan dikembangkan dalam melaksanakan tugas jabatannya. Peraturan Lembaga Administrasi Negara, 2018.
Dengan demikian, kompetensi mencakup melakukan sesuatu, bukan hanya pengetahuan yang pasif. Kompetensi tidak hanya mengetahui apa yang harus dilakukan tetapi melakukan apa yang harus diketahui.

Pengembangan kompetensi merupakan metode untuk memelihara dan meningkatkan kompetensi pegawai agar dapat memberikan kontribusi maksimal kepada organisasi. Sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014. Pengembangan kompetensi merupakan metode untuk memelihara dan meningkatkan kompetensi pegawai agar dapat memberikan kontribusi maksimal kepada organisasi. Pengembangan kompetensi dapat dilakukan dengan dua jalur seperti: Pendidikan dan pelatihan, hal ini tertuang dalam UU Aparatur Sipil Negara pasal 70 ayat (2) Pengembangan kompetensi antara lain dapat dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan, seminar, kursus, dan penataran.

Pendidikan dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan keahlian PNS melalui pendidikan formal. Pengembangan kompetensi dalam bentuk pendidikan formal dilaksanakan dengan pemberian tugas belajar yang diberikan dalam rangka memenuhi kebutuhan standar kompetensi jabatan dan pengembangan karier.

Pelatihan (training) adalah proses sistematik pengubahan perilaku para pegawai dalam suatu arah guna meningkatkan tujuan-tujuan organisasi atau mempelajari sikap, kemampuan, keahlian, pengetahuan, dan perilaku yang spesifik yang berkaitan dengan pekerjaan (Simamora, 1997:342). Pelatihan penting tidak saja bagi pegawai yang kurang berkinerja tetapi juga bagi pegawai yang berkinerja. Pegawai yang kurang kinerjanya akan dipacu pengetahuannya agar keterbatasannya dapat diatasi, sebaliknya bagi pegawai yang berkinerja baik, pelatihan dapat meningkatkan motivasinya dengan rehat sejenak dari pekerjaan rutin dan melakukan kegiatan di luar aktivitas rutinnya. Tujuan penyegaran semangat kerja yang merupakan motivasi tidak boleh disepelekan dalam pembinaan pegawai.

Untuk itu, pelaksanaan pengembangan kompetensi setiap instansi wajib untuk menyusun perencanaan pengembangan pegawai setiap tahunnya sehingga dapat dipetakan kebutuhan pengembangan pegawai sesuai dengan kebutuhan instansi dengan jalur yang sesuai. Dengan adanya pengembangan kompetensi pegawai di instansi diharapkan dapat meningkatkan kompetensi pegawai dan meningkatkan kinerja pegawai.

BAB II
PEMBAHASAN

Terbitnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS yang membawa perubahan yang cukup signifikan dalam manajemen kepegawaian, salah satunya dalam pengembangan kompetensi pegawai. Pengembangan kompetensi akan menjadi tren yang luar biasa, mengingat kompetensi merupakan salah satu instrumen yang digunakan dalam sistem merit.

Basis manajemen ASN telah bertransformasi yang sebelumnya spoil system, menjadi merit system yang salah satu instrumennya adalah kompetensi. Selain itu, kompetensi sebagai alat dasar untuk berkompetisi dalam karier seorang ASN. Setelah seseorang menang dalam berkompetisi, maka yang diwujudkan adalah kinerja. Oleh karena itu, pemerintah perlu mendorong setiap aparatur untuk mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan serta profesionalisme Aparatur Sipil Negara, melalui berbagai metode pengembangan kompetensi yang ada.

Pengembangan kompetensi pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) pada dasarnya bertujuan untuk memastikan dan memelihara kemampuan pegawai sehingga memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan sehingga dapat memberi kontribusi optimal bagi organisasi. Lembaga Administrasi Negara, dalam Kajian Grand Design Pengembangan Kompetensi Aparatur Sipil Negara, pada bulan Desember 2015 mengkaji dan melihat kondisi saat ini masih memperlihatkan adanya berbagai permasalahan dalam upaya pengembangan kompetensi ASN, yaitu: Pertama, penyusunan kebijakan pengembangan kepegawaian saat ini belum didasarkan kepada analisa kebutuhan pendidikan dan pelatihan. Kedua, pengembangan kompetensi ASN belum mengacu kepada perencanaan pembangunan baik tingkat nasional maupun daerah (khusus untuk ASN di Daerah). Ketiga, pada tataran organisasional, tidak adanya kaitan antara perencanaan pembangunan nasional atau daerah menyebabkan tidak jelasnya program pengembangan kepegawaian dengan rencana strategis yang disusun. Keempat, pengembangan kompetensi diartikan secara sempit sebagai pendidikan dan pelatihan yang dilakukan secara klasikal. Kelima, pengembangan kompetensi dilakukan secara terpisah dengan kebijakan pola karir ASN. Apabila kondisi ini tidak segera ditangani maka tujuan pembangunan nasional tidak akan tercapai dengan maksimal.

Dalam rangka meningkatkan kualitas ASN melalui pengembangan kompetensi, salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui Pendidikan dan Pelatihan sejalan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017. Pendidikan dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan keahlian PNS melalui pendidikan formal. Pengembangan kompetensi dalam bentuk pendidikan formal dilaksanakan dengan pemberian tugas belajar yang diberikan dalam rangka memenuhi kebutuhan standar kompetensi jabatan dan pengembangan karier.

Pelaksanaan/penyelenggaraan pengembangan kompetensi pegawai tidak terlepas dari perencanaan pengembangan kompetensi pegawai. Perencanaan pengembangan kompetensi ini dimaksudkan untuk mewujudkan profesionalitas ASN dengan mempertimbangkan kebutuhan pegawai dan kebutuhan umum organisasi dengan sistem perencanaan yang rasional, holistic (terintegrasi), terarah, efektif dan efisien. Oleh karena itu, setiap instansi wajib untuk menyusun perencanaan pengembangan pegawai setiap tahunnya sehingga dapat dipetakan kebutuhan pengembangan pegawai sesuai dengan kebutuhan instansi dengan jalur yang sesuai. Dengan adanya pengembangan kompetensi pegawai di instansi diharapkan dapat meningkatkan kompetensi pegawai dan meningkatkan kinerja pegawai.

Selain itu, pengembangan kompetensi berkaitan erat dengan pengembangan karir pegawai. Pengembangan karir dilakukan berdasarkan kualifikasi, kompetensi, penilaian kinerja, dan kebutuhan organisasi. Dengan mempertimbangkan integritas dan moralitas, integritas diukur dari kejujuran, kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, kemampuan bekerja sama, dan pengabdian kepada masyarakat, bangsa dan negara sedangkan moralitas diukur dari penerapan dan pengamalan nilai etika agama, budaya, dan sosial kemasyarakatan. Sehingga dalam pelaksanaan pengembangan, setiap pegawai diberikan pengembangan kompetensi sesuai dengan kinerja masing-masing pegawai.

Selain itu, mengacu pada tantangan-tantangan dan lingkungan strategis yang melingkupi Indonesia serta dalam rangka mewujudkan world class government, maka diperlukan upaya perbaikan dan adaptasi dengan cepat dan tepat oleh pemerintah Indonesia, terutama dalam hal kepemimpinan. Kebutuhan untuk mencetak pimpinan yang berkualitas menjadi sebuah keharusan bagi sebuah pemerintahan yang ingin mewujudkan tujuan pembangunan nasional di tengah tantangan lingkungan strategis. Dibawah ini akan diuraikan 5 langkah pengembangan kompetensi ASN.

2.1 Pedoman Pengembangan Kompetensi

Sebelum dilakukan pengembangan kompetensi pegawai, perlu diperhatikan adanya standar kompetensi jabatan. Standar kompetensi jabatan digunakan sebagai dasar untuk mengetahui adanya Gap (kesenjangan) antara kompetensi yang dimiliki pegawai dengan standar kompetensi jabatan. Pengembangan kompetensi inilah yang dilakukan untuk memenuhi Gap (kesenjangan) kompetensi. Dengan dilakukannya pengembangan kompetensi diharapkan adanya keseimbangan kompetensi yang dimiliki masing-masing pegawai dengan standar kompetensi jabatan pegawai tersebut.

Berikut merupakan gambaran Gap (kesenjangan) yang perlu dilakukan pengembangan kompetensi.

Pengembangan kompetensi pegawai dapat dilakukan melalui 2 (dua) kegiatan, seperti:
  1. Pendidikan seperti pemberian tugas belajar; dan
  2. Pelatihan seperti pelatihan klasikal (pelatihan, seminar, kursus, workshop, bimbingan teknis dan/atau penataran) dan pelatihan non klasikal (bimbingan tempat kerja/coaching dan mentoring di tempat kerja, pelatihan jarak jauh/elearning, magang dan pertukaran pegawai).

Penyelenggaraan pengembangan kompetensi akan sangat baik bila dilakukan secara terintegrasi. Penyelenggaraan pengembangan kompetensi yang terintegrasi adalah penyelenggaraan pengembangan kompetensi yang sudah tersistem yang mengalami pembauran sehingga menciptakan suatu kesatuan penyelenggaraan pengembangan kompetensi yang utuh dan akan menciptakan keserasian fungsi yang baik. Dengan penyelenggaraan pengembangan kompetensi secara terintegrasi akan menciptakan pelaksanaan pengembangan kompetensi yang baik, cepat dan tepat sasaran. Sesuai dengan Pasal 203 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, setiap PNS berhak mendapatkan pengembangan kompetensi sebanyak 20 Jam Pelajaran.

Instansi pemerintah wajib menyusun rencana pengembangan kompetensi tahunan yang dituangkan kedalam rencana kerja anggaran tahunan instansi. Perencanaan pengembangan kompetensi ini dimaksudkan untuk mewujudkan profesionalitas ASN dengan mempertimbangkan kebutuhan pegawai dan kebutuhan umum organisasi dengan sistem perencanaan yang rasional, holistic (terintegrasi), terarah, efektif dan efisien.

Kebijakan Human Capital Development Plan (Rencana Pengembangan Sumber Daya Manusia) ASN memerlukan komitmen yang tinggi dari para pimpinan setiap Instansi Pemerintah. Selain itu, diperlukan pula system penyelenggaraan pengembangan kompetensi SDM yang berkesinambungan, sehingga upaya dalam menciptakan ASN yang profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme dapat dilaksanakan dengan baik, cepat, tepat sasaran. Pelaksanaan penyelenggaraan pengembangan kompetensi SDM yang berkesinambungan dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain:
  1. Penyusunan standar kompetensi jabatan untuk setiap jabatan yang terdapat pada instansi pemerintah;
  2. Pengukuran Gap Kompetensi sesuai standar kompetensi jabatan yang telah disusun;
  3. Penyusunan rencana pengembangan kompetensi; dan
  4. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi terkait program pengembangan kompetensi secara menyeluruh.
2.2 Tugas Belajar

Tugas Belajar merupakan pengembangan kompetensi yang dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan keahlian PNS melalui Pendidikan formal yang tercermin dalam PP 11 Tahun 2017 pasal 211. Klausul pengembangan kompetensi tersebut berimplikasi pada perlunya penyesuaian kebijakan pendukung. Dalam PP 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS pasal 211 ayat (4) menyebutkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai tugas belajar diatur dengan Peraturan Presiden. Untuk itu, maka diperlukan Peraturan Presiden dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tentang Tugas Belajar PNS, sehingga pengembangan kompetensi melalui Pendidikan formal dapat segera diselenggarakan dalam rangka memenuhi kebutuhan standar kompetensi jabatan dan pengembangan karier.

Tugas Belajar didefinisikan sebagai Penugasan yang diberikan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian atau Pejabat Yang Menerima Delegasi Kewenangan kepada PNS untuk meningkatkan Kompetensi, mengurangi kesenjangan kompetensi, dan/atau pengembangan karier Pegawai Negeri Sipil melalui pendidikan formal. Tugas Belajar juga sangat stratejik dan selaras dengan visi Presiden terkait upaya pemerintah untuk mengidentifikasi, memfasilitasi, serta memberikan dukungan pendidikan dan pengembangan diri bagi talenta-talenta Indonesia. Walaupun pemanfaatan talenta tinggi saat ini masih belum lazim di dunia korporasi, sejalan dengan visi Presiden, langkah inisiasi formulasi kebijakan sudah mulai dilakukan. Hal ini tercermin dalam formulasi kebijakan Tugas Belajar PNS.

Tujuan Tugas Belajar Secara umum, Tugas Belajar memiliki tujuan stratejik yang tidak hanya menyiapkan aparatur yang kompeten tetapi juga meningkatkan kinerja birokrasi dan bahkan daya saing nasional melalui pendidikan formal. Secara khusus beberapa tujuan tugas belajar bagi PNS adalah sebagai berikut:
  1. Mengurangi kesenjangan antara standar kompetensi dan/atau persyaratan jabatan dengan kompetensi PNS yang akan mengisi jabatan
  2. Memenuhi kebutuhan tenaga yang memiliki keahlian atau kompetensi tertentu dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi serta pengembangan organisasi; dan
  3. Meningkatkan pengetahuan, kemampuan, keterampilan, sikap, dan kepribadian profesional PNS sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam pengembangan karir.

Kompetensi yang dibangun Kompetensi yang dibangun dalam Tugas Belajar bagi PNS ini adalah kompetensi yang sesuai dengan Standar Kompetensi Jabatan yang termuat dalam Peraturan Menpan dan RB No 38 Tahun 2017 tentang Standar Kompetensi Jabatan. Standar kompetensi untuk Jabatan meliputi kompetensi manajerial, kompetensi sosial kultural, dan kompetensi teknis. Pemberian Tugas Belajar PNS Pemberian Tugas Belajar kepada PNS dilakukan sesuai dengan rencana kebutuhan Tugas Belajar. Pemberian Tugas Belajar bagi PNS dilakukan dengan mekanisme dibebaskan dari tugas jabatan. Namun, pemberian Tugas Belajar dapat tidak dibebaskan dari tugas jabatan dalam hal memenuhi pertimbangan kebutuhan organisasi, dan sistem penyelenggaraan pendidikan. Rencana kebutuhan Tugas Belajar disusun oleh PyB dan ditetapkan oleh PPK pada Instansi Pemerintah berdasarkan hasil evaluasi terhadap kebutuhan pengembangan kompetensi dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi serta pengembangan karier dan pengembangan organisasi, hasil analisis kesenjangan antara kompetensi dan/atau persyaratan jabatan dengan kompetensi PNS yang akan mengisi jabatan, dan rencana pengembangan kompetensi.

Tugas Belajar diberikan kepada PNS yang memenuhi persyaratan, antara lain:
  1. Memiliki masa kerja paling singkat 1 (satu) tahun sejak diangkat sebagai PNS;
  2. Memiliki sisa masa kerja pegawai paling sedikit 15 (lima belas) tahun sebelum batas usia pensiun jabatan, untuk Tugas Belajar yang dibebaskan dari tugas jabatan, dan 10 (sepuluh) tahun sebelum batas usia pensiun jabatan, untuk Tugas Belajar yang tidak dibebaskan dari tugas jabatan;
  3. Lulus seleksi instansi asal, pemberi bantuan, dan satuan pendidikan;
  4. Penilaian kinerja dalam 2 (dua) tahun terakhir paling kurang bernilai baik;
  5. Sehat jasmani dan rohani;
  6. Tidak sedang menjalani pidana penjara atau kurungan, dan/atau tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin paling kurang tingkat sedang dalam 1 (satu) tahun terakhir;
  7. Tidak sedang menjalani cuti di luar tanggungan negara dan/atau tidak sedang menjalani pemberhentian sementara dari PNS, dan
  8. Tidak pernah dibatalkan atau diberhentikan dalam pelaksanaan Tugas Belajar sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Perundangan.

Persyaratan pemberian Tugas Belajar juga dapat diberikan bagi PNS yang masa kerjanya belum 1 (satu) tahun sejak diangkat sebagai PNS, dalam kebutuhan yang mendesak dan kompetensinya dibutuhkan organisasi.

Sistem Penyelenggaraan Tugas Belajar Tugas Belajar dapat diselenggarakan pada perguruan tinggi dalam negeri, yang terdiri dari perguruan tinggi negeri, perguruan tinggi kedinasan, dan perguruan tinggi swasta, serta perguruan tinggi luar negeri yang diakui oleh negara yang bersangkutan dan diakui oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan dan kebudayaan.

Program studi yang dipilih dalam penyelenggaraan Tugas Belajar di perguruan tinggi dalam negeri harus memenuhi persyaratan antara lain:
  1. Penyelenggaraannya dalam jenis pendidikan akademik, pendidikan vokasi, dan pendidikan profesi;
  2. Sesuai dengan standar kompetensi jabatan atau keahlian yang dipersyaratkan dalam jabatan;
  3. Sesuai perencanaan kebutuhan Tugas Belajar instansi; dan
  4. Program studi memiliki akreditasi paling kurang B.

2.3 Sertifikasi Kompetensi

Uji kompetensi didefinisikan sebagai pengukuran dan penilaian kompetensi teknis, manajerial, dan sosial kultural pegawai ASN dalam melaksanakan tugas dan fungsi jabatannya. Sedangkan sertifikasi didefinisikan sebagai proses pemberian bukti pengakuan atas kompetensi yang dimiliki Pegawai ASN berdasarkan uji kompetensi yang telah dilakukan berdasarkan standar kompetensi jabatan. Hasil dari sertifikasi kompetensi akan diperoleh sertifikat kompetensi yang merupakan surat keterangan (pernyataan) tertulis atau tercetak dari Instansi yang berwenang, yang dapat digunakan sebagai bukti pengakuan atas kemampuan manajerial, sosiokultural, dan/atau teknis tertentu yang dimiliki Pegawai ASN.

Tujuan Sertifikasi Kompetensi Sertifikasi Kompetensi bagi ASN memiliki tujuan sebagai berikut:
  1. Mendukung penyelenggaraan sistem merit pada manajemen aparatur sipil negara, setiap PNS wajib memiliki kompetensi sesuai standar kompetensi jabatan yang telah ditetapkan oleh Menteri;
  2. Uji Kompetensi dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan daya saing ASN; dan
  3. Sertifikasi dilakukan sebagai proses pengakuan atas kompetensi ASN, dan untuk menjamin kualitas kompetensi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

Prinsip Uji Kompetensi dan Sertifikasi ASN pada dasarnya dilaksanakan berdasarkan prinsip objektif (memfokuskan pada fakta yang bersifat nyata dan hasilnya dapat diukur, misalnya kuantitas, kualitas, dsb), terencana, akuntabel (dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku), bebas dari intervensi serta bersih dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme.

Ruang Lingkup Uji Kompetensi dan Sertifikasi ASN Sedangkan ruang lingkup uji kompetensi dan sertifikasi ASN meliputi uji kompetensi, sertifikasi melalui uji kompetensi serta profil kompetensi. Profil kompetensi merupakan informasi mengenai kompetensi PNS yang termuat dalam profil PNS (kumpulan informasi kepegawaian dari setiap PNS).

Kompetensi ASN dalam Sertifikasi Kompetensi ini adalah kompetensi yang sesuai dengan Standar Kompetensi Jabatan yang termuat dalam Peraturan Menpan dan RB No 38 Tahun 2017 tentang Standar Kompetensi Jabatan. Standar kompetensi untuk Jabatan meliputi kompetensi manajerial, kompetensi sosial kultural, dan kompetensi teknis. Kompetensi yang akan diujikan merupakan kompetensi yang termuat dalam kamus kompetensi instansi sesuai dengan peraturan perundangan. Standar kompetensi jabatan memuat level kompetensi yang mana harus dipenuhi untuk setiap jabatan. Pengakuan terhadap kompetensi dilakukan melalui uji kompetensi dan sertifikasi.

Penilaian Kompetensi memuat pengaturan terkait instansi pembina uji kompetensi, penyelenggaraan uji kompetensi, akreditasi dan kewenangan penyelenggara uji kompetensi, izin penyelenggaraan uji kompetensi, metode uji kompetensi, serta pembobotan unsur uji kompetensi.

2.4 ASN Corporate University

Model ASN Corporate University (ASN Corpu) sudah pernah diinisiasi oleh LAN pada tahun 2018 dalam bentuk naskah akademik dan rancangan Peraturan Presiden tentang ASN Corpu. Naskah tersebut masih perlu dikembangkan lebih lanjut melihat perkembangan yang terjadi. Terutama terkait dengan landasan kebijakan dan muatan materi lainnya. Namun terlepas dari kekurangan atau kelebihan yang ada, naskah akademik dan rancangan Peraturan Presiden tersebut dapat digunakan sebagai salah satu sumber referensi dalam mengembangkan ASN Corpu.

ASN Corpu adalah model pengembangan kompetensi pegawai ASN yang dilakukan secara terintegrasi dengan kerangka strategi nasional dan internasional. ASN Corpu perlu dikembangkan sebagai sarana pengembangan kelompok rencana suksesi (talent pool) nasional dalam mencetak pegawai ASN yang handal (smart ASN). Penerapan ASN Corpu juga diharapkan dapat mendukung pemerintah dalam menciptakan birokrasi berkelas dunia (world class bureaucracy) dan meningkatkan daya saing bangsa melalui investasi pengambangan kompetensi SDM, sehingga pada akhirnya turut mendukung pemerintah pemerintah dalam mewujudkan sasaran strategis pembangunan nasional. Hal ini dapat terwujud karena melalui ASN Corpu, pembelajaran terjadi pada tingkat individu, instansi hingga nasional secara selaras dan terpadu.

Manfaat yang dapat diperoleh dengan penerapan ASN Corpu, antara lain:
  1. Terciptanya sistem pembelajaran yang responsif terhadap strategi pemerintah dan mampu beradaptasi dengan lingkungan strategis yang cepat berubah;
  2. Terwujudnya perubahan pola pembelajaran individual menjadi pembelajaran organisasi;
  3. Terbangunnya budaya ASN yang kuat di atas identitas sektoral dan kedaerahan;\
  4. Terintegrasinya proses pembelajaran dengan kinerja organisasi dalam mewujudkan arah kebijakan organisasi dan pemerintah;
  5. Terintegrasinya pengembangan kepemimpinan dengan strategi organisasi;
  6. Teratasinya keterbatasan waktu pegawai dan biaya penyelenggaraan pengembangan kompetensi pegawai ASN.

Tujuan utama dalam penyelenggaraan ASN Corpu adalah bagaimana mencapai visi, misi dan tujuan strategis nasional, oleh karena itu perlu dikembangkan satu sistem pembelajaran (learning system) dalam bentuk ASN Corpu. Untuk mencapai tujuan tersebut secara maksimal, maka perlu memperhatikan empat pilar dalam learning system ASN Corpu.

Keempat pilar tersebut adalah:
  1. Peserta pembelajaran (target audience);
  2. Substansi pembelajaran (content learning);
  3. Pelaksana dan wahana pembelajaran (person in charge learning);
  4. Pengelolaan (governance).

Selain itu, perlu dukungan infrastruktur pembelajaran yang mana dalam penyelenggaraan ASN Corpu tidak hanya menyangkut sarana prasarana fisik saja, namun juga menyangkut rencana pengembangan karier maupun kompetensi, penilaian kinerja serta manajemen talenta. Selain itu harus didukung pembelajaran berbasis IT atau teknologi (learning infrastructure).

Dalam ASN Corpu, seluruh pegawai ASN adalah pelajar sekaligus pengajar, karena pembelajaran terjadi melalui berbagai mekanisme dan melibatkan seluruh pegawai, mulai dari pemangku jabatan pimpinan tinggi (JPT), jabatan administrasi (JA), dan jabatan fungsional (JF). Pembelajaran dilakukan baik melalui pendidikan, pelatihan klasikal, maupun pelatihan non-klasikal. Pendidikan dilakukan melalui pendidikan formal. Sedangkan pelatihan dilakukan melalui pelatihan klasikal, maupun non-klasikal. Pelatihan klasikal diselenggarakan oleh lembaga pelatihan pemerintah maupun lembaga pelatihan non-pemerintah yang terakreditasi sesuai ketentuan peraturan perundang undangan. Pelatihan non-klasikal diselenggarakan melalui berbagai metode, seperti coaching, mentoring, shadowing, knowledge sharing forum, job enrichment, dan lain-lain pada setiap unit kerja maupun lintas unit kerja sesuai dengan kebutuhan kompetensi yang akan dibangun.


Pelatihan (klasikal) bukanlah metode pengembangan kompetensi yang dominan, karena hanya menempati 10% (sepuluh persen) dari keseluruhan pengembangan kompetensi yang seharusnya diterima oleh pegawai. Metode yang perlu lebih banyak dibangun adalah yang memiliki keterkaitan erat dengan lingkup tugas dan pekerjaan pegawai, seperti pengayaan tugas jabatan (job enrichment) dan rotasi jabatan (job rotation). Pengayaan tugas jabatan dapat dilakukan melalui penugasan khusus, melibatkan gugus tugas lintas unit, ataupun pemberian kewenangan tertentu yang berkaitan dengan tugas jabatan. Pengayaan tugas jabatan dan rotasi jabatan menempati 70% (tujuh puluh perseratus) dari seluruh pengembangan kompetensi yang diterima pegawai. Adapun 20% (dua puluh perseratus) sisanya ditempati oleh umpan balik pimpinan dan rekan kerja, coaching, dan mentoring. Dengan acuan proporsi tersebut, terlihat bahwa pengembangan kompetensi yang efektif membutuhkan peran aktif dari pimpinan unit kerja dan unit organisasi di instansi. Pimpinan unit kerja dan unit organisasi harus terlibat langsung dalam pemantauan produk pembelajaran (misal: proyek perubahan) dari pegawai yang telah mengikuti pelatihan. Selain itu, pimpinan unit kerja dan unit organisasi juga menjadi pihak yang memberikan pengayaan tugas jabatan serta melakukan mentoring kepada para bawahannya. Prinsip dasar peran pimpinan dalam ASN Corpu adalah leader creates leader. Peran aktif ini harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pengembangan kompetensi instansi yang dikembangkan oleh Pengelola serta bagian dari kinerja pimpinan unit kerja dan unit organisasi.


Pengembangan kompetensi dalam ASN Corpu tidak hanya bertumpu pada aspek peningkatan pengetahuan (knowledge). keterampilan (skills), dan keahlian (abilities) dari pegawai semata-mata. Lebih dari itu, ASN Corpu merupakan upaya membangun budaya ASN dan budaya organisasi pembelajar yang merupakan kunci keberhasilan pembangunan. Oleh karenanya, dalam mengembangkan metode dan substansi pengembangan kompetensi, pengelola harus tetap memasukkan aspek kepemimpinan, nilai dasar ASN, nilai dasar instansi, etika, dan integritas ke dalam substansi pengembangan kompetensi. Selain dalam hal penyelenggaraan pengembangan kompetensi, pengelola ASN Corpu juga bertanggung jawab dalam hal pelaksanaan sistem pengembangan kompetensi mulai dari perencanaan pengembangan kompetensi hingga pemantauan dan evaluasi pengembangan kompetensi di tingkat instansi sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam peraturan perundang-undangan dan kebijakan penyelenggara. Dengan penerapan atau internalisasi pendekatan corporate university ke sektor publik, diharapkan kegiatan pengembangan kompetensi ASN menjadi lebih terarah pada upaya pencapain tujuan strategis nasional.

2.5 Sekolah Kader

Undang-Undang Aparatur Sipil Negara Nomor 5 tahun 2014 merupakan payung hukum dalam penyelenggaraan sekolah kader. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa penyelenggaraan ASN harus mengutamakan kepemimpinan yang berkualitas tinggi. Hal tersebut diperkuat dengan penjaminan penerapan sistem merit dalam pengelolaan ASN sebagaimana tercermin dalam UU Aparatur Sipil Negara.

Sistem merit dan berorientasi terhadap kualitas dalam melakukan pengelolaan Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi salah satu faktor penting dalam kemajuan berbagai negara. Penerapan meritokrasi tersebut tidak hanya pada saat rekrutmen CPNS tetapi juga pada saat rekrutmen PNS dalam jabatan. Sistem merit merupakan faktor penting bagi terselenggaranya manajemen atau tata kelola pemerintahan yang baik. Sistem merit adalah kebijakan dan manajemen SDM aparatur negara yang berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar, sehingga ketika sistem merit tersebut diterapkan, maka diharapkan akan menjadi faktor pengungkit dalam kinerja birokrasi.

Maka untuk menuju meritokrasi birokrasi sebagai salah satu prasyarat birokrasi berkelas dunia, sekolah kader sekolah kader diharapkan menjadi instrumen untuk memastikan terekrutnya Aparatur Sipil Negara (ASN) bertalenta tinggi. Langkah awal menuju pengkonstruksian sekolah kader tersebut sudah ada sebagaimana tercermin dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Di dalam PP tersebut pada Pasal 1 Ayat 29 sudah memberikan batasan definisi Sekolah Kader yaitu “Sekolah Kader adalah sistem pengembangan kompetensi yang bertujuan untuk menyiapkan pejabat administrator melalui jalur percepatan peningkatan jabatan”. Sekolah kader ini tidak hanya melakukan pengembangan kompetensi untuk mengisi jabatan administrator sebagaimana umumnya tetapi juga proses penempatan dalam jabatannya dilakukan melalui jalur percepatan.

Untuk dapat melalui jalur percepatan tersebut PNS harus memiliki kualifikasi tertentu sehingga dapat dinyatakan layak untuk memperoleh kesempatan tersebut. Bahkan kualifikasi tersebut berbeda dengan persyaratan kualifikasi jabatan administrator pada umumnya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2017 Pasal 54 ayat 1, “Persyaratan untuk dapat diangkat dalam Jabatan administrator sebagai berikut: berstatus PNS; memiliki kualifikasi dan tingkat pendidikan paling rendah sarjana atau diploma IV; memiliki integritas dan moralitas yang baik; memiliki pengalaman pada Jabatan pengawas paling singkat 3 (tiga) tahun atau JF yang setingkat dengan Jabatan pengawas sesuai dengan bidang tugas Jabatan yang akan diduduki; setiap unsur penilaian prestasi kerja paling sedikit bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir; memiliki Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial, dan Kompetensi Sosial Kultural sesuai kompetensi peserta yang dibuktikan berdasarkan hasil evaluasi oleh tim penilai kinerja PNS di instansinya; dan sehat jasmani dan rohani. Kualifikasi tersebut diperuntukkan bagi pengisian jabatan administrator. Sedangkan untuk pengisian jabatan administrator melalui jalur sekolah kader terdapat persyaratan kualifikasi yang dikecualikan dari persyaratan umum tersebut.

Jalur yang ditempuh oleh peserta sekolah kader tentunya tidak seperti jalur karir pada umumnya, karena sekolah kader bersifat percepatan karir. Berkaitan dengan hal tersebut, maka Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2017 Pasal 54 ayat 2 memberikan pengecualian bagi peserta sekolah kader yang memenuhi kualifikasi tertentu sebagaimana dinyatakan bahwa “Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi PNS yang mengikuti dan lulus sekolah kader dengan predikat sangat memuaskan.” Jadi, lulusan dari sekolah kader khususnya yang dapat lulus dengan sangat memuaskan diharapkan merupakan PNS yang bertalenta dan berkinerja tinggi sehingga layak untuk mendapatkan kesempatan percepatan karirnya.

Disamping itu, perlu ada harmonisasi kebijakan terutama terkait penyesuaian kepangkatan. Bagi peserta sekolah kader yang lulus sangat memuaskan dan oleh karenanya berhak untuk dipromosikan menjadi pejabat administrator maka kepangkatannya perlu disesuaikan dengan kepangkatan yang setara dengan jabatan tersebut.

BAB III
PENUTUP

Beberapa penjelasan diatas memberikan makna penting pengembangan kompetensi ASN dalam pencapaian target kinerja yang telah diamanatkan instansi. Inilah perubahan yang semakin nyata dan menantang. Bagi ASN, semua tantangan ini menjadi jalan pengabdian untuk terus melayani dengan mampu mengadaptasi pada perubahan baru.

3.1 Kesimpulan

Pengembangan kompetensi merupakan hak untuk setiap ASN yang bekerja di lingkungan instansi pemerintah. Instansi pemerintah memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan pengembangan kompetensi tersebut. Pengembangan kompetensi yang dilakukan harus didasari adanya gap kompetensi untuk setiap jabatan. Gap kompetensi dapat diketahui setelah adanya pengukuran kompetensi yang dimiliki pegawai dibandingkan dengan standar kompetensi jabatan yang telah disusun artinya pengembangan kompetensi SDM yang dilakukan secara berkesinambungan sangat diperlukan oleh setiap instansi pemerintah. Seluruh instansi pemerintah harus ikut berpartisipasi secara aktif dalam penyusunan pengembangan kompetensi SDM. Hal tersebut guna memudahkan dan menghasilkan output atas hasil pengembangan kompetensi SDM. Dengan pelaksanaan pengembangan kompetensi SDM yang dilakukan secara berkesinambungan diharapkan akan menciptakan kinerja pegawai serta kinerja organisasi yang meningkat sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik.

3.2 Saran

Pengembangan kompetensi merupakan metode untuk memelihara dan meningkatkan kompetensi pegawai agar dapat memberikan kontribusi maksimal kepada organisasi yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014, dengan demikian diharapkan kepada pemangku kebijakan (pimpinan organisasi) dapat memberikan dan memfasilitasi konsep pengembangan kompetensi ASN (pegawai) pada setiap unit kerjanya.

Daftar Pustaka
  1. Lembaga Administrasi Negara (LAN) c.q Pusat Kajian Reformasi Administrasi Negara. 2015. Kajian Grand Design Pengembangan Kompetensi. Jakarta.
  2. Lembaga Administrasi Negara (LAN). 2019. ASN Corpu: Tata Kelola dan Instrumentasi Penyelenggaraan.
  3. Lembaga Administrasi Negara (LAN). 2018. Naskah Akademik Corporate University Aparatur Negara.
  4. Mangkunegara, Anwar Prabu. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi 10. Rosda. McCourt, Willy. 2007. The Merit System and Integrity in The Public Service. IDPM, University of Manchester. No. 20.
  5. Permana, NI, dkk. 2011. Talent Management Implementation. Jakarta:PPM.
  6. Robbins, Stephen. 2007. Organizational Behaviour. United States: Pearson.
  7. Sedarmayanti, M.Pd,. APU. 2009, Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung : Mandar Maju.
  8. Simamora, Henry. 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Bagian Penerbitan STIE YKPN.
  9. Spencer, Lyle & Signe M. Spencer. 1993. Competence at Work, Models For Superior Performance. Canada: John Wiley & Sons, Inc.
Peraturan Perundang-undangan
  1. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 38 Tahun 2017 Tentang Standar Kompetensi Jabatan.
  2. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Manajemen Talenta ASN.
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.
  4. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 1961 Tentang Pemberian Tugas Belajar.
  5. Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia Nomor SE/18/M.PAN/5/2004 tanggal 14 Mei 2004 Tentang Pemberian Tugas Belajar dan Izin Belajar Bagi Pegawai Negeri Sipil.Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara.
Semoga bermanfaat💫

Artikel ini pernah dipublish pada tanggal 9 November 2021 pada website dibawah ini :

https://riau.kemenag.go.id/artikel/43097/5-Konsep-Pengembangan-Kompetensi-ASN


Tidak ada komentar:

Posting Komentar