Mewujudkan Manajemen Strategis yang Efektif dalam Membangun Aspek Kepegawaian yang Berkualitas



BAB I
PENDAHULUAN




1.1 Latar Belakang

Berdasarkan Surat Edaran MENPAN RB Nomor 58 Tahun 2020, untuk menjamin kelancaran penyelenggaraan pelayanan publik, agar melakukan penyederhanaan proses bisnis dan SOP pelayanan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, menggunakan media informasi untuk penyampaian standar pelayanan baru melalui media publikasi, membuka media komunikasi online sebagai wadah konsultasi maupun pengaduan. Selain itu, penyelenggaraan rapat dan/atau kegiatan tatap muka agar memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi atau melalui media elektronik lainnya yang tersedia. Dalam hal penilaian kinerja pegawai, PPK (Pejabat Pembina Kepegawaian) pada K/L/Daerah memastikan agar unit kerja melakukan penyesuaian proses bisnis dan standar operasional prosedur, dan melakukan perhitungan kembali Analisis Beban Kerja yang mengadaptasi tatanan normal baru produktif dan aman Covid-19 tanpa mengurangi sasaran kerja dan target kinerja.

Surat Edaran MENPAN RB Nomor 58 Tahun 2020, diubah dengan SE No 67 Tahun 2020 tanggal 4 September 2020 dengan penambahan substansi dimana pembagian pelaksanaan WFH dan WFO pegawai didasarkan pada data zonasi risiko yang dikeluarkan oleh Satuan Tugas Penanganan Covid-19. Pegawai Aparatur Sipil Negara selanjutnya disebut Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan pegawai pemerintahan Indonesia yang diangkat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan (Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara). Manajemen Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Peraturan Permerintah nomor 11 tahun 2017, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah nomor 17 tahun 2020 yang menuntut kualitas dan kinerja Pegawai Negeri Sipil yang mampu secara komprehensif dan terperinci menjelaskan posisi, peran, hak dan kewajiban Pegawai Negeri Sipil.

Dalam bidang ekonomi khususnya di lingkungan bisnis yang mengembangkan manajemen secara teoritis dan praktis, Manajemen Strategi telah cukup lama dikenal dan dikembangkan. Berbeda dengan di lingkungan organisasi non profit, khususnya bidang pendidikan, kehadiran Manajemen Strategi pada dasarnya merupakan suatu paradigma baru. Sebagai paradigma baru, jika diimplementasikan pada lingkungan organisasi pendidikan, tidak mungkin dilakukan sebagai kegiatan pengambilalihan seluruh kegiatannya sebagaimana dilaksanakan di lingkungan organisasi profit (bisnis), karena kedua organisasi tersebut satu dengan yang lain berbeda dalam banyak aspek, terutama dari segi filsafat yang mendasarinya dan tujuan yang hendak dicapai.

Pengimplementasian Manajemen Strategi di lingkungan organisasi bidang bisnis didasari oleh falsafah yang berisi nilai-nilai persaingan bebas antar organisasi bisnis sejenis, melalui pendayagunaan semua sumber yang dimiliki untuk mencapai tujuan yang bersifat strategi. Tujuan tersebut adalah mempertahankan dan mengembangkan eksistensi masing-masing untuk jangka waktu panjang, melalui kemampuan meraih laba kompetitif secara berkelanjutan. Sedang organisasi didasari oleh filsafat yang berisi nilai-nilai pengabdian dan kemanusiaan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Perbedaan lain terletak pada pengorganisasian masing-masing. Setiap organisasi profit memiliki otonomi dalam menjalankan manajemennya, berupa kebebasan mewujudkan pengembangan organisasinya antara lain dengan memilih pengimplementasian Manejemen Strategi atau manajemen lainnya yang dinilai terbaik.

Agar makalah ini menjurus dan lebih terfokus, maka dalam makalah ini penulis akan mencoba menitik beratkan kajian pada organisasi non profit khususnya Kantor Pemerintah. Organisasi non profit, diatur dengan manajemen umum oleh pemerintah Pusat ataupunn daerah, yang secara berencana dan sistematis telah menetapkan berbagai pengaturan yang mengikat dalam memilih dan mengimplementasikan manajemennya dalam sudut pandang kepegawaian (Sumber daya manusia) yang berkualitas sesuai Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Manajemen ASN.

1.2 Rumusan Masalah

Untuk mempertajam telaah dalam makalah ini, penulis mengambil suatu permasalahan mendasar, yaitu : Apa manfaat dan keunggulan Manajemen Strategi bagi Organisasi khususnya organisasi pemerintah. Dan dapat juga menjawab dari beberapa permasalahan yang timbul sebagai berikut:Bagaimana keunggulan dan manfaat penerapan manajemen strategi terhadap organisasi pemerintah?
Bagaimana pola pembinaan pegawai dalam meningkatkan karir dengan penerapan manajemen strategi?


1.3 Tujuan

Sesuai dengan permasalahan yang ada, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memaparkan manfaat dan keunggulan Manajemen Strategi bagi Organisasi Pemerintah, dalam membangun Pegawai (SDM) yang berkualitas sehingga dapat menjadikan acuan dalam mengadopsinya di lingkungan organisasi.


1.4 Kegunaan/Manfaat

Secara garis besarnya manfaat dari penulisan makalah ini dapat ditinjau dari 2 aspek yaitu aspek teoritis dan aspek praktek dalam lingkungan pemerintahan, dan diuraikan sebagai berikut:

  1. Aspek Teoritis dan keilmuan dapat mengetahui pola manajemen strategi dan pola pembinaan pegawai.
  2. Aspek Praktek atau kegunaan dalam makalah ini dapat penunjang karir pegawai dan Reformasi Birokrasi dalam instansi pemerintah menuju WBK dan WBBM orientasi dari arahan Presiden.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2. Tinjauan Pustaka
2.1 Pengertian Manajemen Strategi

Manajemen Strategi merupakan rangkaian dua perkataan terdiri dari kata “Manajemen” dan “Strategi” yang masing-masing memiliki pengertian tersendiri, yang setelah dirangkaikan menjadi satu terminologi berubah dengan memiliki pengertian tersendiri pula. Menurut Hadari Nawawi (2005:148-149), pengertian manajemen strategi ada 4 (empat). Pengertian pertama Manajemen Strategi adalah “proses atau rangkaian kegiatan pengambilan keputusan yang bersifat mendasar dan menyeluruh, disertai penetapan cara elaksanakannya, yang dibuat oleh manajemen puncak dan dimplementasikan oleh seluruh jajaran di dalam suatu organisasi, untuk mencapai tujuannya”. Dari pengertian tersebut terdapat beberapa aspek yang penting, antara lain: (a) Manajemen Strategi merupakan proses pengambilan keputusan. (b) Keputusan yang ditetapkan bersifat mendasar dan menyeluruh yang berarti berkenaan dengan aspek-aspek yang penting dalam kehidupan sebuah organisasi, terutama tujuannya dan cara melaksanakan atau cara mencapainya. (c) Pembuatan keputusan tersebut harus dilakukan atau sekurang-kurangnya melibatkan pimpinan puncak, sebagai penanggung jawab utama pada keberhasilan atau kegagalan organisasinya. (d) Pengimplementasian keputusan tersebut sebagai strategi organisasi untuk mencapai tujuan strateginya dilakukan oleh seluruh jajaran organisasi, seluruhnya harus mengetahui dan menjalankan peranan sesuai wewenang dan tanggung jawab masing-masing. (e) Keputusan yang ditetapkan manajemen puncak harus diimplementasikan oleh seluruh unit organisasi (Pegawai) dalam bentuk kegiatan/pelaksanaan pekerjaan yang terarah pada tujuan strategi organisasi.

Pengertian manajemen strategi yang kedua adalah “usaha manajerial menumbuh kembangkan kekuatan organisasi untuk mengeksploitasi peluang yang muncul guna mencapai tujuannya yang telah ditetapkan sesuai dengan misi yang telah ditentukan”. Dari pengertian tersebut terdapat konsep yang secara relatif luas dari pengertian pertama yang menekankan bahwa “manajemen strategi merupakan usaha manajerial menumbuhkembangkan kekuatan organisasi”, yang mengharuskan kepala dengan atau tanpa bantuan manajer bawahannya (Kepala Tata Usaha), untuk mengenali aspek-aspek kekuatan organisasi yang sesuai dengan misinya yang harus ditumbuhkembangkan guna mencapai tujuan strategi yang telah ditetapkan. Untuk setiap peluang atau kesempatan yang terbuka harus dimanfaatkan secara optimal.

Pengertian yang ketiga, Manajemen Strategi adalah “arus keputusan dan tindakan yang mengarah pada pengembangan strategi yang efektif untuk membantu mencapai tujuan organisasi”. Pengertian ini menekankan bahwa arus keputusan dari para pimpinan organisasi dan tindakan berupa pelaksanaan keputusan, harus menghasilkan satu atau lebih strategis, sehingga dapat memilih yang paling efektif atau yang paling handal dalam usaha mencapai tujuan organisasi. Pengertian yang keempat, “manajemen strategi adalah perencanaan berskala besar (disebut Perencanaan Strategi) yang berorientasi pada jangkauan masa depan yang jauh (disebut VISI), dan ditetapkan sebagai keputusan manajemen puncak (keputusan yang bersifat mendasar dan prinsipil), agar memungkinkan organisasi berinteraksi secara efektif (disebut MISI), dalam usaha menghasilkan sesuatu (Perencanaan Operasional) yang berkualitas, dengan diarahkan pada optimalisasi pencapaian tujuan (disebut Tujuan Strategi) dan berbagai sasaran (Tujuan Operasional) organisasi.” Pengertian yang cukup luas ini menunjukkan bahwa Manajemen Strategi merupakan suatu sistem yang sebagai satu kesatuan memiliki berbagai komponen yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi, dan bergerak secara serentak ke arah yang sama pula. Komponen pertama adalah Perencanaan Strategi dengan unsur-unsurnya yang terdiri dari Visi, Misi, Tujuan Strategi organisasi. Sedang komponen kedua adalah Perencanaan Operasional dengan unsur-unsurnya adalah Sasaran atau Tujuan Operasional, Pelaksanaan Fungsi-fungsi manajemen berupa fungsi pengorganisasian, fungsi pelaksanaan dan fungsi penganggaran, kebijaksanaan situasional, jaringan kerja Internal dan eksternal, fungsi kontrol dan evaluasi serta umpan balik. 

Di samping itu dari pengertian Manajemen Strategi yang terakhir, dapat disimpulkan beberapa karakteristiknya sebagai berikut :

  1. Manajemen Strategi diwujudkan dalam bentuk perencanaan berskala besar dalam arti mencakup seluruh komponen di lingkungan sebuah organisasi yang dituangkan dalam bentuk Rencana Strategi (RENSTRA) yang dijabarkan menjadi Perencanaan Operasional (RENOP), yang kemudian dijabarkan pula dalam bentuk Program-program kerja.
  2. Rencana Strategi berorientasi pada jangkauan masa depan (25 – 30 tahun). Sedang Rencana Operasionalnya ditetapkan untuk setiap tahun atau setiap lima tahun.
  3. VISI, MISI, pemilihan strategi yang menghasilkan Strategi Utama (Induk) dan Tujuan Strategi Organisasi untuk jangka panjang, merupakan acuan dalam merumuskan RENSTRA, namun dalam teknik penempatannya sebagai keputusan Manajemen Puncak secara tertulis semua acuan tersebut terdapat di dalamnya.
  4. RENSTRA dijabarkan menjadi RENOP yang antara lain berisi program–program operasional.
  5. Penetapan RENSTRA dan RENOP harus melibatkan Manajemen Puncak (Pimpinan) karena sifatnya sangat mendasar dalam pelaksanaan seluruh misi organisasi.
  6. Pengimplementasian Strategi dalam program–program untuk mencapai sasarannya masing–masing dilakukan melalui fungsi–fungsi manajemen yang mencakup pengorganisasian, pelaksanaan, penganggaran dan kontrol.
Berdasarkan karakteristik dan komponen Manajemen Strategi sebagai sistem, terlihat banyak faktor yang mempengaruhi tingkat intensitas dan normalitas pengimplementasiannya di lingkungan organisasi. Beberapa faktor tersebut antara lain adalah ukuran besarnya organisasi, gaya manajemen dari pimpinan, kompleksitas lingkungan ideologi, sosial politik, sosial ekonomi, sosial budaya termasuk kependudukan, peraturan pemerintah dsb. sebagai tantangan eksternal. Tingkat intensitas dan formalitas itu dipengaruhi juga oleh tantangan internal, antara lain berupa kemampuan menterjemahkan strategi menjadi proses atau rangkaian kegiatan pelaksanaan pekerjaan sebagai pelayanan umum yang efektif, efisien dan berkualitas.

2.2. Dimensi Manajemen Strategi

Berdasarkan pengertian dan karakteristiknya dapat disimpulkan bahwa Manajemen Strategi memiliki beberapa dimensi atau bersifat multidimensional. Dimensi dimaksud adalah :

a. Dimensi Waktu dan Orientasi Masa Depan

Manajemen Strategi dalam mempertahankan dan mengembangkan eksistensi suatu organisasi berpandangan jauh ke masa depan, dan berperilaku proaktif dan antisipatif terhadap kondisi masa depan yang diprediksi akan dihadapi. Antisipasi masa depan tersebut dirumuskan dan ditetapkan sebagai Visi organisasi yang akan diwujudkan 25 – 30 tahun lebih di masa depan. Menurut Hadari Nawawi (2005 : 155), Visi dapat diartikan sebagai “kondisi ideal yang ingin dicapai dalam eksistensi organisasi di masa depan”.

Sehubungan dengan itu Lonnie Helgerson yang dikutip oleh J. Salusu dalam bukunnya Hadari Nawawi mengatakan bahwa : “Visi adalah gambaran kondisi masa depan dari suatu organisasi yang belum tampak sekarang tetapi merupakan konsepsi yang dapat dibaca oleh setiaporang (anggota organisasi). Visi memiliki kekuatan yang mampu mengundang, memanggil, dan menyerukan pada setiap orang untuk memasuki masa depan. Visi organisasi harus dirumuskan oleh manajemen puncak organisasi”. Masih menurut J. Salusu yang mengutip pendapat Naisibit : “Visi merupakan gambaran yang jelas tentang apa yang akan dicapai berikut rincian dan instruksi setiap langkah untuk mencapai tujuan. Suatu visi dikatakan efektif jika sangat diperlukan dan memberikan kepuasan, menghargai masa lalu sebagai pengantar massa depan”. Masih dalam Hadari Nawawi, menurut Kotler yang juga dikutip oleh J. Salusu dikatakan bahwa : “Visi adalah pernyataan tentang tujuan organisasi yang diekspresikan dalam produk dan pelayanan yang ditawarkan, kebutuhan yang dapat ditanggulangi, kelompok masyarakat yang dilayani, nilai-nilai yang diperoleh, serta aspirasi dan cita-cita masa depan. Sehingga secara sederhana Visi organisasi dapat diartikan sebagai sudut pandang ke masa depan dalam mewujudkan tujuan strategi organisasi, yang berpengaruh langsung pada misinya sekarang dan di masa depan. Sehubungan dengan itu Misi organisasi pada dasarnya berarti keseluruhan tugas pokok yang dijabarkan dari tujuan strategi untuk mewujudkan visi organisasi.

b. Dimensi Internal dan Eksternal

Dimensi Internal adalah kondisi organisasi pada saat sekarang, berupa kekuatan, kelemahan, peluang dan hambatan yang harus diketahui secara tepat. Untuk itu perlu dilakukan kegiatan evaluasi diri antara lain dengan menggunakan Analisis Kuantitatif dengan menggunakan perhitungan-perhitungan statistik, menggunakan data kuantitatif yang tersedia di dalam Sistem Informasi Manajemen (SIM). Namun kerap kali data kuantitatif tidak memadai, karena lemahnya SIM dalam mencatat, mencari, melakukan penelitian dan mengembangkan data pada masa lalu. Oleh karena itu Evaluasi Diri tidak boleh tergantung sepenuhnya pada data kuantitatif, karena dapat juga dilakukan dengan Analisis Kualitatif dengan menggunakan berbagai informasi kualitatif atau sebagian data kuantitatif dan sebagian lagi data kualitatif.

Untuk Analisis Kualitatif dapat dilakukan dengan menggunakan Analisis SWOT. Dimensi lingkungan eksternal pada dasarnya merupakan analisis terhadap lingkungan sekitar organisasi, yang terdiri dari Lingkungan Operasional, Lingkungan Nasional dan Lingkungan Global, yang mencakup berbagai aspek atau kondisi, antara lain kondisi sosial politik, sosial ekonomi, sosial budaya, kemajuan dan perkembangan ilmu dan teknologi, adat istiadat, agama, dll. Pengimplementasian Manajemen Strategi perlu mengidentifikasi dan mendayagunakan kelebihan atau kekuatan dan mengatasi hambatan atau kelemahan organisasi.

c. Dimensi Pendayagunaan Sumber-Sumber.

Manajemen strategi sebagai kegiatan manajemen tidak dapat melepaskan diri dari kemampuan mendayagunakan berbagai sumber daya yang dimiliki, agar secara terintegrasi terimplementasikan dalam fungsi-fungsi manajemen ke arah tercapainya sasaran yang telah ditetapkan di dalam setiap RENOP, dalam rangka mencapai Tujuan Strategi melalui pelaksanaan Misi untuk mewujudkan Visi Organisasi.

Sumber daya yang ada terdiri dari Sumber Daya Material khususnya berupa sara dan prasarana, Sumber Daya finansial dalam bentuk alokasi dana untuk setiap program, Sumber Daya Manusia, Sumber Daya Teknologi dan Sumber Daya Informasi. Semua sumberdaya ini dikategorikan dalam sumber daya internal, yang dalam rangka evaluasi diri (Analisis Internal) harus diketahui dengan tepat kondisinya.

d. Dimensi Keikutsertaan Manajemen Puncak (Pimpinan)

Manajemen strategi yang dimulai dengan menyusun Rencana Strategi merupakan pengendalian masa depan organisasi, agar eksistensi sesuai dengan visinya dapat diwujudkan. Rencana Strategi harus mampu mengakomodasi seluruh aspek kehidupan organisasi yang berpengaruh pada eksistensinya di masa depan merupakan wewenag dan tanggung jawab manajemen puncak. Rencana Strategi sebagai keputusan utama yang prinsipil, tidak saja ditetapkan dengan mengikutsertakan, tetapi harus dilakukan secara proaktif oleh manajemen puncak, karena seluruh kegiatan untuk merealisasikannya merupakan tanggung jawabnya.

e. Dimensi Multi Bidang

Manajemen Strategi sebagai Sistem, pengimplementasiannya harus didasari dengan menempatkan organisasi sebagai suatu sistem. Dengan demikian berarti sebuah organisasi akan dapat menyusun RENSTRA dan RENOP jika tidak memiliki keterikatan atau ketergantungan sebagai bawahan pada organisasi lain sebagai atasan.

Dalam kondisi sebagai bawahan berarti tidak memiliki kewenangan penuh dalam memilih dan menetapkan visi, misi, tujuan dan strategi. Pemerintah hanya berperan sebagai penyusun RENOP dan program tahunan. Dari uraian tersebut jelas bahwa RENSTRA dan RENOP bersifat multi dimensi, terutama jika perumusan RENSTRA hanya dilakukan pada banyak organisasi. Dengan dimensi yang banyak tersebut, maka mudah terjadi tidak seluruh dimensi dapat diakomodasi.

2.3 Pembinaan Kepegawaian

Pembinaan Pegawai Untuk menjamin penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan secara berdaya guna dan berhasil guna, kepada PNS dilakukan pembinaan yang kebijakannya ditentukan oleh Presiden. Presiden sebagai kepala pemerintahan adalah Pembina tertinggi dari seluruh pegawai negeri sipil. Kebijakan berupa pengaturan pembinaan yang berlaku bagi PNS Pusat dan Daerah. Selain kebijakan pembinaan, dilaksanakan juga usaha penertiban dan pembinaan aparatur Negara yang meliputi struktur, prosedur kerja, kepegawaian, sarana, dan fasilitas kerja. Dengan demikian diharapkan dapat diwujudkan sosok aparatur yang ampuh, berwibawa, kuat, berdaya guna, berhasil guna, bersih, penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, UUD 1945, Negara, dan Pemerintah.

Pembinaan PNS dilakukan berdasarkan sistem karier dan sistem prestasi kerja. sistem karier terdiri atas ‘sistem karier tertutup’ dan ‘sistem karier terbuka’. ‘Sistem karier tertutup’ adalah bahwa pangkat dan jabatan yang ada dalam sesuatu organisasi hanya dapat diduduki oleh pegawai yang telah ada dalam organisasi itu, tetapi tertutup bagi orang luar. Sedangkan ‘sistem karier terbuka’ adalah bahwa pangkat dan jabatan dalam sesuatu organisasi dapat diduduki oleh orang luar organisasi itu asalkan ia mempunyai kecakapan yang diperlukan, tanpa melalui pengangkatan sebagai calon pegawai. Dengan sistem terbuka atau tertutup dalam arti Negara maka dimungkinkan perpindahan pegawai negeri dari kementerian /lembaga yang satu ke kementerian /lembaga yang lain atau dari propinsi satu ke propinsi yang lain, terutama untuk menduduki jabatan-jabatan yang bersifat manajerial.

Dalam rancangan UU Nomor 8 Tahun 1974 yang dianut adalah sistem karier tertutup dalam arti Negara, sehingga seluruh PNS adalah satu dan dimungkinkan perpindahan dari kementerian /lembaga yang satu ke kementerian /lembaga yang lain atau dari propinsi yang satu ke propinsi yang lain, terutama untuk menduduki jabatan-jabatan yang bersifat manajerial. Untuk menjamin kelancaran pembinaan PNS dibentuk badan yang membantu presiden dalam mengatur dan menyelenggarakan pembinaan PNS (Pasal 34 UU Nomor 8 Tahun 1974).

Tugas badan yang dimaksud dalam pasal tersebut adalah membantu presiden dalam merencanakan, menyelenggarakan administrasi kepegawaian, pendidikan dan latihan jabatan, kesejahteraan, menampung dan menyelesaikan masalah yang berkenaan dengan pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai kewajiban dan hak pegawai negeri. Pada waktu itu (1974), badan yang menyelenggarakan administrasi kepegawaian adalah Badan Administrasi Kepegawaian Negara. Badan yang menyelenggarakan pendidikan dan latihan jabatan antara lain adalah Lembaga Administrasi Negara, sedangkan badan yang menyelenggarakan kesejahteraan PNS secara menyeluruh dan badan yang menyelesaikan masalah yang berkenaan dengan pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai kewajiban dan hak PNS belum ada. Dalam rangka pembinaan ini, apabila terdapat kepentingan Negara yang sangat mendesak, maka Negara dapat mengangkat tenaga ahli yang bukan pegawai negeri untuk menduduki suatu jabatan negeri dan kepadanya diberikan pangkat pegawai negeri. Pengangkatan tenaga ahli untuk menduduki jabatan negeri adalah sangat selektif dan pelaksanaannya menjadi kewenangan presiden.

BAB III
OBJEK DAN METODE PENULISAN

3.1 Objek Makalah

Objek penulisan dalam makalah ini meliputi beberapa organisasi baik Kementerian, Lembaga atau Badan yang sesuai dengan arahan Presiden menuju reformasi birokrasi pada tahun 2025, sedangkan Populasi adalah keselurahan dari obyek yang akan diteliti yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Populasi dalam penelitian ini adalah Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Riau. Yang terdiri dari 12 Kabupaten/Kota sebagai berikut:
  1. Kantor Kementerian Agama Kota Pekanbaru
  2. Kantor Kementerian Agama Kota Dumai
  3. Kantor Kementerian Agama Kabupaten Indragiri Hulu
  4. Kantor Kementerian Agama Kabupaten Indragiri Hilir
  5. Kantor Kementerian Agama Kabupaten Rokan Hulu
  6. Kantor Kementerian Agama Kabupaten Rokan Hilir
  7. Kantor Kementerian Agama Kabupaten Siak
  8. Kantor Kementerian Agama Kabupaten Kampar
  9. Kantor Kementerian Agama Kabupaten Kuantan Sengingi
  10. Kantor Kementerian Agama Kabupaten Pelalawan
  11. Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bengkalis, dan 
  12. Kantor Kementerian Agama Kabupaten Kepulauan Meranti
3.2 Metode Penulisan

Metode penulisan makalan ini mengunakan kuantitatif. Penulisan dengan analisa kuantitatif lebih mengarah pada penelitian proses hasil sehingga bisa diterapkan dan mempunyai manfaat. Penelitian ini menggunakan model analisis interaktif yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman. Menurut model ini, peneliti bergerak diantara penarikan kesimpulan. Reduksi data merupaka proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan dan abstraksi data (kasar) yang ada dalam catatan-catatan tertulis lapangan. Proses ini berlangsung terus menerus selama penelitian. Reduksi data dimulai pada saat peneliti memutuskan kerangka konseptual dan penentuan acara pengumpulan data yang dipilih. Selama pengumpulan data berlangsung, terjadi proses membuat ringkasan, mengkode, dan menentukan batas permasalahan. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisir data sehingga kesimpulan akhir dapat dilakukan Menurut Miles dan Huberman (1992 hal. 16-21).

Sehingga sesuai dengan metode penelitian dan tehnik yang digunakan dalam penulisan makalah ini, maka untuk menganalisis data yang terkumpul dari lapangan, maka digunakan tehnik analisis deskriptif. Melalui tehnik ini, akan digambarkan seluruh data atau fakta yang diperoleh dengan mengembangkan kategori-kategori yang relevan dengan tujuan penelitian dan penafsiran terhadap hasil analisis deskriptif dengan berpedoman pada teori yang sesuai.

Analisis data akan dilakukan secara deduktif, yaitu menganalisa dengan cara menarik kesimpulan atas data yang berhasil dikumpulkan dari yang berbentuk umum ke bentuk khusus, atau penalaran untuk mencapai suatu kesimpulan mengenai semua unsur-unsur penelitian yang tidak diperiksa/diteliti. Dalam penyajiannya studi deskriptif harus lengkap, tetapi tanpa banyak detail yang tidak penting dengan menunjukkan apa yang penting atau tidak. Lebih jauh dijelaskan dalam konsep grounded research bahwa suatu cara penelitian bersifat kualitatif menjadi berpengaruh dengan suatu pandangan yang berbeda tentang hubungan antara teori dan pengamatan. Penelitian kebijakan termasuk penelitian empirik yang dilakukan untuk memverifikasikan proporsi-proporsi mengenai beberapa aspek hubungan antara alat, tujuan dan proses kebijakan (Meyer dan Greenwood, 1984). Metode penelitian survai evaluasi summatif dapat digunakan pada tahap implementasi kebijakan. Sebagaimana disampaikan oleh Singarimbun dan Effendi (1995) mengatakan bahwa evaluasi summatif biasanya dilaksanakan pada akhir program untuk mengukur apakah tujuan program tersebut tercapai.


BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Pembahasan

Pengimplementasian Manajemen Strategi melalui perumusan RENSTRA dan RENOP dengan menggunakan strategi tertentu dalam melaksanakan fungsi-fungsi manajemen, dan mewujudkan tugas pokok dilingkungan organisasi harus diukur dan dinilai keunggulannya. Dari pengukuran tersebut dan seluruh proses pengimplementasiannya, maka diketahui manfaat Manajemen Strategi bagi organisasi.

Keunggulan dan Manfaat Manajemen Strategi dalam organasasi antara lain :

a). Keunggulan Implementasi Manajemen Strategi.
Keunggulan implementasi manajemen strategi dapat dievaluasi dengan menggunakan tolok ukur sebagai berikut :
  1. Profitabilitas, Keunggulan ini menunjukkan bahwa seluruh pekerjaan diselenggarakan secara efektif dan efisien, dengan penggunaan anggaran yang hemat dan tepat, sehingga diperoleh profit berupa tidak terjadi pemborosan.
  2. Produktivitas Tinggi, Keunggulan ini menunjukkan bahwa jumlah pekerjaan (kuantitatif) yang dapat diselesaikan cenderung meningkat. Kekeliruan atau kesalahan dalam bekerja semakin berkurang dan kualitas hasilnya semakin tinggi, serta yang terpenting proses dan hasil memberikan pelayanan umum (masyarakat) mampu memuaskan mereka.
  3. Posisi Kompetitif, Keunggulan ini terlihat pada eksistensi yang diterima, dihargai dan dibutuhkan masyarakat. Sifat kompetitif ini terletak pada produknya yang memuaskan masyarakat yang dilayani.
  4. Keunggulan Teknologi, Semua tugas pokok berlangsung dengan lancar dalam arti pelayanan umum dilaksanakan secara cepat, tepat waktu, sesuai kualitas berdasarkan tingkat keunikan dan kompleksitas tugas yang harus diselesaikan dengan tingkat rendah, karena mampu mengadaptasi perkembangan dan kemajuan teknologi.
  5. Keunggulan SDM, Di lingkungan organisasi dikembangkan budaya organisasi yang menempatkan manusia sebagai faktor sentral, atau sumberdaya penentu keberhasilan organisasi. Oleh karena itu SDM yang dimiliki terus dikembangkan dan ditingkatkan pengetahuan, ketrampilan, keahlian dan sikapnya terhadap pekerjaannya sebagai pemberi pelayanan kepada siswa. Bersamaan dengan itu dikembangkan pula kemampuan memecahkan masalah yang dihadapi oleh pada masa sekarang dan untuk mengantisipasi masalah-masalah yang timbul sebagai pengaruh globalisasi di masa yang akan datang.
  6. Iklim Kerja, Tolok ukur ini menunjukkan bahwa hubungan kerja formal dan informal dikembangkan sebagai budaya organisasi berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan. Di dalam budaya organisasi pendidikan, setiap SDM sebagai individu dan anggota organisasi terwujud hubungan formal dan hubungan informal antar personil yang harmonis sesuai dengan posisi, wewenang dan tanggung jawab masing-masing di dalam dan di luar jam kerja.
  7. Etika dan Tanggung Jawab Sosial, Tolok ukur ini menunjukkan bahwa dalam bekerja terlaksana dan dikembangkan etika dan tanggung jawab sosial yang tinggi, dengan selalu mendahulukan kepentingan masyarakat, bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok dan/atau organisasi. Tolok ukur keunggulan tersebut di atas sangat penting artinya bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sekarang dan di masa mendatang. Untuk itu diperlukan kerjasama dan dukungan masyarakat dalam menumbuhkembangkan organisasi dalam mengimplementasikan Manajemen Strategi secara optimal, agar keunggulan – keunggulan di atas dapat diwujudkan yang hasilnya akan menguntungkan masyarakat pula. Dalam kenyataan yang pada masa sekarang, bagi organisasi kondisi untuk mewujudkan keunggulan tersebut masih menghadapi berbagai dilema. Organisasi yang ada pada saat ini secara relatif bersifat konsumtif, sedang untuk melaksakan Manajemen Strategi secara relatif diperlukan dana/anggaran yang tidak sedikit. Dalam kondisi seperti ini sangat diperlukan kemampuan mewujudkan keseimbangan antara kesediaan pemerintah dalam menyediakan dana/anggaran yang memadai, dan dalam menggali serta mengatur pendayagunaan sumber-sumber daya lain, seperti orang tua, masyarakat, pinjaman/bantuan.
b). Manfaat Manajemen Strategi

Berdasarkan keunggulan yang dapat diwujudkan seperti telah diuraikan di atas, berarti dalam pengimplemantasian Manajemen Strategi di lingkungan organisasi terdapat beberapa manfaat yang dapat memperkuat usaha mewujudkannya secara efektif dan efisien. Manfaat yang dapat dipetik adalah : “manajemen strategi dapat mengurangi ketidakpastian dan kekomplekan dalam menyusun perencanaan sebagai fungsi manajemen, dan dalam proses pelaksanaan pekerjaan dengan menggunakan semua sumber daya yang secara nyata dimiliki melalui proses yang terintegrasi dengan fungsi manajemen yang lainnya dan dapat dinilai hasilnya berdasarkan tujuan organisasi.” Secara terinci manfaat manajemen strategi bagi organisasi adalah :
  1. Organisasi pemerintah sebagai organisasi kerja menjadi dinamis, karena RENSTRA dan RENOP harus terus menerus disesuaikan dengan kondisi realistik organisasi (analisis internal) dan kondisi lingkungan (analisis eksternal) yang selalu berubah terutama karena pengaruh globalisasi. Dengan kata lain Manajemen Strategi sebagai pengelolaan dan pengendalian yang bekerja secara realistik dalam dinamikanya, akan selalu terarah pada Tujuan Strategi dan Misi yang realistik pula.
  2. Implementasi Manajemen strategi melalui realiasi RENSTRA dan RENOP berfungsi sebagai pengendali dalam mempergunakan semua sumber daya yang dimiliki secara terintegrasi dalam pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen, agar berlangsung sebagai proses yang efektif dan efisien. Dengan demikian berarti Manajemen Strategi mampu menunjang fungsi kontrol, sehingga seluruh proses pencapaian Tujuan Strategi dan perwujudan Visi berlangsung secara terkendali.
  3. Manajemen Strategi diimplementasikan dengan memilih dan menetapkan strategi sebagai pendekatan yang logis, rasional dan sistematik, yang menjadi acuan untuk mempermudah perumusan dan pelaksanaan program kerja. Strategi yang dipilihdan disepakati dapat memperkecil dan bahkan meniadakan perbedaan dan pertentangan pendapat dalam mewujudkan keunggulan yang terarah pada pencapaian tujuan strategi.
  4. Manajemen Strategi dapat berfungsi sebagai sarana dalam mengkomunikasikan gagasan, kreativitas, prakarsa, inovasi dan informasi baru serta cara merespon perubahan dan perkembangan lingkungan operasional, nasional dan global, pada semua pihak sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya. Dengan demikian akan memudahkan dalam menyepakati perubahan atau pengembangan strategi yang akan dilaksanakan, sesuai dengan atau tanpa merubah keunggulan yang akan diwujudkan oleh organisasi.
  5. Manajemen Strategi sebagai paradigma baru di lingkungan organisasi pendidikan, dapat mendorong perilaku proaktif semua pihak untuk ikut serta sesuai posisi, wewenang dan tanggungjawab masing – masing. Dengan demikian setiap unit dan atau satuan kerja akan berusaha mewujudkan keunggulan di bidangnya untuk memperkuat keunggulan organisasi.
  6. Manajemen Strategi di dalam organisasi menuntut semua yang terkait untuk ikut berpartisipasi, yang berdampak pada meningkatnya perasaan ikut memiliki (sense of belonging), perasaan ikut bertanggungjawab (sense of responsibility), dan perasaan ikut berpartisipasi (sense of participation). Dengan kata lain manajemen strategi berfungsi pula menyatukan sikap bahwa keberhasilan bukan sekedar untuk menajemen puncak, tetapi merupakan keberhasilan bersama atau untuk keseluruhan organisasi dan bahkan untuk masyarakat yang dilayani.
Berdasarkan uraian tentang keunggulan dan manfaat manajemen strategi di atas perlu dipahami bahwa pengimplementasiannya di lingkungan organisasi bukanlah jaminan kesuksesan. Keberhasilan tergantung pada SDM atau pelaksananya bukan pada Manajemen Strategi sebagai sarana. SDM sebagai pelaksana harus terdiri dari personil yang profesional, memiliki wawasan yang luas dan yang terpenting adalah memiliki komitmen yang tinggi terhadap moral dan/atau etika untuk tidak menggunakan manajemen strategi demi kepentingan diri sendiri atau kelompok.

c). Kesejahteraan Pegawai

Pada bagian ketujuh UU Nomor 8 Tahun 1974 diatur mengenai kesejahteraan yang antara lain disebutkan bahwa Untuk meningkatkan kegairahan bekerja diselenggarakan usaha kesejahteraan PNS. Bagi PNS dan keluarganya yang sakit atau melahirkan berhak memperoleh bantuan perawatan kesehatan. Demikian pula apabila meninggal berhak memperoleh bantuan. Dalam penjelasan pasal yang mengatur tentang kesejahteraan di atas disebutkan bahwa peningkatan kesejahteraan PNS diusahakan secara bertahap sesuai dengan kemampuan keuangan Negara sehingga pada akhirnya PNS dapat memusatkan perhatian sepenuhnya untuk melaksanakan tugasnya. Pada dasarnya semakin tinggi sesuatu pangkat maka semakin terbatas jumlah pangkat tersebut. Karenanya, jumlah PNS yang ada kemungkinan untuk mencapai pangkat tertinggi juga makin terbatas. Kenaikan pangkat PNS yang tidak terikat pada jabatan disebut kenaikan pangkat regular. Dalam PGPS 1968, kenaikan pangkat dari ruang yang sama ke ruang yang setingkat lebih tinggi ditentukan sekurang-kurangnya empat tahun (tanpa memperhatikan tinggi rendahnya golongan ruang yang bersangkutan).

Meski menganut sistem senioritas tetapi bukan berarti sistem kepegawaian dalam UU Nomor 8 Tahun 1974 tidak mempertimbangkan prestasi kerja. bagi PNS yang telah menunjukkan prestasi kerja yang luar biasa baiknya dimungkinkan mendapat kenaikan pangkat istimewa Sebagaimana disebutkan pada poin 4 di atas bahwa DP3 diadakan untuk lebih menjamin objektivitas dalam mempertimbangkan dan menetapkan kenaikan pangkat dan pengangkatan dalam jabatan. Unsur yang dinilai dalam DP3 (conduite staat) antara lain adalah prestasi kerja, rasa tanggung jawab, kesetiaan, prakarsa, disiplin, kerja sama, dan kepemimpinan.

d). Sistem manajemen Kepegawaian

Pada awalnya, pemerintah mengatur segala sesuatu tentang PNS (peran, tugas, kewajiban, hak, dan lain-lain) dengan UU Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-pokok Kepegawaian. Penekanan pada UU yang disahkan pada 6 November 1974 itu adalah pembinaan pegawai negeri berdasarkan sistem karier dan prestasi kerja. Namun hingga tahun 1999 pembinaan pegawai negeri sebagaimana disebutkan belum dapat dicapai sesuai dengan yang diharapkan sehingga dilakukan perubahan atas UU tersebut menjadi UU Nomor 43 Tahun 1999 yang disahkan pada tanggal 30 September 1999. Dengan UU Nomor 43 Tahun 1999 dilakukan perubahan paradigma, dari yang semula menggunakan pendekatan tata usaha/administrasi kepegawaian menjadi manajemen PNS berbasis kompetensi dan prestasi kerja.

Perubahan paradigma tersebut juga disertai empat asumsi, yaitu 1. sumber wewenang, peranan, dan tanggung jawab penyelenggaraan pemerintahan berada pada presiden sebagai kepala pemerintahan; 2. perumusan kebijakan nasional berupa norma, standar, dan prosedur ditetapkan dan diselenggarakan oleh pemerintah (unified system); 3. manajemen operasional diselenggarakan oleh daerah sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat (decentralized system); 4. pengawasan dan pengendalian dilakukan oleh pemerintah pusat.

Beberapa hal yang spesifik dari sistem kepegawaian menurut UU Nomor 43 Tahun 1999 ini di antaranya adalah tupoksi BKN, manajemen PNS, netralitas, sistem prestasi kerja/satuan kinerja individu, dan kompetensi, berikut penjelasannya. Badan Kepegawaian Negara merupakan lembaga pemerintah nondepartemen yang berkedudukan dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Tugas BKN adalah melaksanakan tugas pemerintahan di bidang manajemen kepegawaian negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam menjalankan tugas tersebut, BKN menjalankan fungsi: a. pengkajian dan kebijakan nasional di bidang kepegawaian; b. penyelenggaraan koordinasi identifikasi kebutuhan pendidikan dan pelatihan, pengawasan, dan pengendalian pemanfaatan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia PNS; c. penyelenggaraan administrasi kepegawaian pejabat negara dan mantan pejabat negara; d. penyelenggaraan administrasi dan sistem informasi kepegawaian negara dan mutasi kepegawaian antara propinsi dan atau antar kabupaten/kota; e. penyelenggaraan koordinasi penyusunan norma, standar, dan prosedur mengenai mutasi, gaji, tunjangan, kesejahteraan, hak dan kewajiban, kedudukan hukum PNS Pusat dan PNS Daerah dan bidang kepegawaian lainnya; f. penyelenggaraan bimbingan teknis pelaksanaan peraturan perundangundangan di bidang kepegawaian kepada instansi pemerintah; g. koordinasi kegiatan fungsional dalam melaksanakan tugas BKN;

Sebelumnya telah disebutkan bahwa dengan UU Nomor 43 Tahun 1999 telah dilakukan perubahan paradigma, dari administrasi kepegawaian menjadi manajemen PNS berbasis kompetensi dan prestasi kerja. Manajemen PNS adalah keseluruhan upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan derajat profesionalisme penyelenggaraan tugas, fungsi, dan kewajiban kepegawaian yang meliputi: perencanaan, pengadaan, pengembangan kualitas, penempatan, promosi, penggajian, kesejahteraan, dan pemberhentian.

Kebijakan manajemen PNS sebagaimana tersurat pada pasal 13 UU Nomor 43 Tahun 1999 mencakup: penetapan norma, standar, prosedur, formasi, pengangkatan, pengembangan kualitas sumber daya PNS, pemindahan, gaji, tunjangan, kesejahteraan, pemberhentian, hak, kewajiban, dan kedudukan hukum. Pada ayat (2, 3, dan 4) dalam pasal yang sama juga disebutkan bahwa kebijakan manajemen PNS berada pada presiden selaku kepala pemerintahan. Untuk membantu presiden dalam merumuskan kebijakan dan memberikan pertimbangan tertentu dibentuk Komisi Kepegawaian Negara4 (KKN) yang terdiri dari dua anggota tetap yang berkedudukan sebagai Ketua dan sekretaris komisi, tiga anggota tidak tetap yang kesemuanya diangkat dan diberhentikan oleh presiden. Manajemen PNS dimaksudkan untuk mewujudkan PNS yang profesional, bertanggung jawab, jujur, dan adil melalui pembinaan yang dilaksanakan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang di titik beratkan pada sistem prestasi kerja

BAB V
PENUTUP

Dari uraian di atas penulis dapat menarik kesimpulan saran tentang keunggulan implementasi dan manfaat manajemen strategi dalam organisasi, yaitu:

5.1 Kesimpulan

Keunggulan Implementasi Manajemen Strategi Dengan menerapkan Manajemen Strategi, maka organisasi akan memiliki keunggulan, antara lain: profitabilitas, produktifitasi tinggi, memiliki posisi kompetitif, keunggulan teknologi, keunggulan Sumber Daya Manusia, Iklim kerja yang kondusif, etika dan tanggung jawab sosial yang berkembang, sedangkan Manfaat Manajemen Strategi bagi Kementerian/Lembaga dan Badan yang ingin menerapkan manfaat yang diperoleh dari implementasi manajemen strategi adalah: a. organisasi menjadi dinamis, b. fungsi kontrol berjalan dengan efektif dan efisien, c. meniadakan perbedaan dan pertentangan pendapat dalam mewujudkan keunggulan, d. memudahkan dalam menyepakati perubahan atau pengembangan strategi yang akan dilaksanakan, e. mendorong perilaku proaktif bagi semua pihak untuk ikut serta mewujudkan keunggulan, f. meningkatkan perasaan ikut memiliki, berpartisipasi aktif dan tanggung jawab bagi semua komponen organisasi.

Sehingga pola-pola manajemen strategi dan pola pembinaan pegawai akan dapat berjalan seiring dengan penunjang karir pegawai dan Reformasi Birokrasi dalam instansi pemerintah menuju WBK dan WBBM orientasi dari arahan Presiden.

5.2 Saran

Berdasarkan literasi diatas, maka agar proses pembinaan pegawai ataupun untuk program-program lain yang terkait dengan peningkatan kinerja pegawai dapat berjalan dengan lebih baik, maka diperlukan langkah-langkah yang terintegrasi dari berbagai aspek. Hal ini disebabkan karena faktor yang satu tidak bisa terlepas dari faktor yang lain. Adapun hal penting perlu untuk dipertimbangkan dalam proses penerapan manajemen strategi, adalah membentuk organisasi yang optimal dalam menentukan tujuan yang menghasilkan ouput pelayanan kepada masyarakat dan internal pegawai dapat sesuai tujuan.

 

 DAFTAR PUSTAKA

 Adnan Sandy Setiawan (2010); “Manajemen Perguruan Tinggi Di Tengah Perekonomian Pasar dan Pendidikan Yang Demokratis “, “INDONews (s)”indonews@indonews. com. 24 Maret 2006

Ani M. Hasan (2003); “Pengembangan Profesional Guru di Abad Pengetahuan”, Pendidikan Network : 24 Maret 2006

Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (1998); Total Quality Management (TQM), Andi Offset : Yogyakarta

Frietz R Tambunan (2004); “Mega Tragedi Pendidikan Nasional”, Kompas : 16 Juni 2004

Hadari Nawawi (2005); Manajemen Strategik, Gadjah Mada Pers : Yogyakarta

Thomas B. Santoso (2001), “ Manajemen organisasi di Masa Kini (1)”, Pendidikan Network

Artikel ini pernah dipublish pada tanggal 3 Agustus 2021 pada website dibawah ini:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar