Lebih Lanjut Pasal 5, Perpres 12/2023 Tentang Kementerian Agama



Pembahasan lebih lanjut, Fungsi Ketiga Kementerian Agama. Seperti halnya kementerian atau lembaga pemerintah lainnya, bertanggung jawab dalam pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang berada di bawah yurisdiksinya. Diinterpretasikan untuk mengatur, mengelola dan mempertanggungjawabkan BMN instansinya. Ditempuh melalui beberapa mekanisme umum yang dapat digunakan dalam pengelolaannya, seperti:
Pertama, Melakukan inventarisasi secara berkala terhadap semua BMN yang berada di bawah tanggung jawabnya. Mencakup pencatatan, pengklasifikasian, dan pemantauan. Tujuan akhir untuk memastikan adanya catatan yang akurat dan terkini mengenai aset yang dimiliki.

Kedua, Pemanfaatan dan pemeliharaan BMN. Bertanggung jawab memastikan pemanfaatan optimal dan pemeliharaan BMN yang dimiliki. Hal ini mencakup penggunaan barang sesuai dengan kebutuhan dan peruntukannya, serta pemeliharaan rutin agar barang tetap dalam kondisi yang baik dan berfungsi dengan baik.

Ketiga, Melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap BMN yang menjadi tanggung jawabnya. Hal dasar meliputi pemantauan penggunaan, perawatan, dan keberadaan barang secara masif. Selain itu, dilakukan pemeriksaan internal dan audit untuk memastikan kepatuhan terhadap aturan dan prosedur yang berlaku.

Keempat, Penyusutan dan pemindahtanganan barang. Secara sigap mengelola penyusutan dan pemindahtanganan BMN sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penyusutan dilakukan untuk mencerminkan nilai aset yang berkurang seiring waktu atau penggunaan. Pemindahtanganan barang dapat dilakukan melalui proses pengalihan kepemilikan, penjualan, atau penghapusan barang yang tidak lagi diperlukan.

Selanjutnya kelima, Pengadaan dan penghapusan barang. Memiliki mekanisme pengadaan barang baru yang diperlukan dan penghapusan barang yang sudah tidak layak pakai atau tidak diperlukan lagi. Pengadaan barang dilakukan melalui proses yang terstruktur, seperti lelang, tender, atau pengadaan langsung sesuai dengan peraturan yang berlaku. Penghapusan barang dilakukan dengan mengikuti prosedur yang ditetapkan, seperti penjualan lelang, penghancuran, atau pemanfaatan kembali barang yang masih layak.

Terakhir keenam, Akuntabilitas dan pelaporan. Hal penting memiliki tanggung jawab untuk melaporkan secara berkala tentang pengelolaan BMN kepada otoritas yang memiliki kewenangan. Laporan ini mencakup informasi mengenai inventarisasi barang, pengadaan, pemeliharaan, pemindahtanganan, penghapusan, dan penggunaan barang. Bertujuan untuk memastikan transparansi, akuntabilitas, dan kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku.

Legitimasi yang dikokohkan menjadi fungsi tersebut, dapat menjalankan tanggung jawabnya. Pengelolaannya didasarkan pada prinsip efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas guna memastikan aset-aset negara yang ada dapat dikelola dengan baik dan memberikan manfaat optimal.

Fungsi Keempat Pengawasan atas pelaksanaan tugas. Hal ini penting untuk memastikan efektivitas, efisiensi, dan kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur yang berlaku. Mekanisme pengawasan yang umum yang dapat dimanfaatkan, meliputi:
Pertama, Pengawasan Internal. Secara langsung bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan internal. Melakukan audit dan pemeriksaan secara rutin untuk mengevaluasi kinerja, kepatuhan, dan efektivitas kinerja di berbagai unit kerja di bawah Kementerian Agama. Adanya evaluasi dan monitoring internal terhadap pelaksanaan tugas. Hal ini mencakup pemantauan kinerja, pemantauan penggunaan anggaran, evaluasi kebijakan, dan penilaian terhadap pencapaian target kerja. Hal lain, memiliki sistem pelaporan yang memungkinkan pegawai untuk melaporkan pelanggaran atau penyimpangan yang terjadi. Sistem ini memberikan mekanisme bagi pegawai untuk mengajukan laporan secara anonim dan melindungi whistleblower.

Kedua, Pengawasan Eksternal. Berkedudukan di luar Kementerian Agama. Melakukan pemeriksaan keuangan yang bertujuan untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan keuangan, penggunaan anggaran yang efisien, dan pencegahan kecurangan atau penyimpangan. Contoh sederhana lembaga KPK (komisi pemberantasan korupsi). Memiliki peran dalam melakukan pencegahan, pemberantasan, dan penindakan terhadap tindak korupsi di lingkungan Kementerian Agama. KPK juga dapat melakukan penyelidikan dan pengawasan terhadap tindak pidana korupsi yang melibatkan pegawai dan unsur lainnya. Diperlukan juga lembaga yang independen dan bertugas mengawasi pelaksanaan tugas. diperuntukan memberikan saran, rekomendasi, dan evaluasi terhadap kebijakan dan pelaksanaan tugas di Kementerian Agama.

Ketiga, Mekanisme Aduan dan Pengaduan. Afirmasi aduan dan pengaduan yang memungkinkan masyarakat atau pihak-pihak yang berkepentingan untuk melaporkan pelanggaran atau keluhan terkait dengan pelaksanaan tugas Kementerian Agama. Mekanisme ini dapat berupa hotline, surat, atau formulir pengaduan yang disediakan untuk menerima laporan dan menangani masalah yang timbul.

Konteks pengawasan yang efektif membutuhkan sinergi antara pengawasan internal dan eksternal. Adanya mekanisme pengawasan yang kuat, diharapkan pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Agama dapat berjalan sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan, mencegah penyalahgunaan kekuasaan, dan meningkatkan akuntabilitas serta pelayanan kepada masyarakat.


Untuk memastikan pelaksanaan urusan Kementerian Agama di daerah berjalan dengan baik, Kementerian Agama menggunakan mekanisme pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi. Ini merupakan Fungsi Kelima Sesuai Perpres 12/2003. Afirmasi dari fungsi tersebut, dapat dilaksanakan dari beberapa mekanisme umum yang digunakan, seperti:
Pertama, bimbingan teknis. Menyusun pedoman atau petunjuk teknis yang berisi panduan operasional bagi pelaksanaan urusan Kementerian Agama di daerah. Pedoman ini mencakup prosedur, metode, dan standar yang harus diikuti oleh daerah dalam melaksanakan tugas dan program Kementerian Agama. Pelatihan dan pelatihan serta workshop. Mencakup pemahaman konsep, kebijakan, teknis pelaksanaan, dan penggunaan instrumen atau aplikasi yang relevan. Memberikan pendampingan langsung dan konsultasi kepada unit kerja dalam pelaksanaan urusannya. Tim dari Kementerian Agama dapat mengunjungi daerah, memberikan arahan, dan membantu memecahkan masalah yang muncul.

Kedua, supervisi. Melakukan monitoring dan evaluasi secara rutin terhadap pelaksanaan urusan di daerah. Tim dari Kementerian Agama melakukan kunjungan lapangan, memeriksa dokumen, dan melakukan evaluasi kinerja untuk memastikan kepatuhan, kualitas, dan hasil yang dicapai. Dalam hal pelaporan dan pertanggungjawaban, unit/satker diwajibkan untuk melaporkan secara berkala. Laporan ini mencakup capaian kinerja, penggunaan anggaran, dan kendala yang dihadapi. Selanjutnya melakukan analisis terhadap laporan tersebut dan memberikan masukan atau rekomendasi. Finalisasi tindak lanjut dan perbaikan. Menyesuaikan hasil monitoring, evaluasi, dan laporan yang diterima, melakukan tindak lanjut terhadap temuan atau permasalahan yang diidentifikasi. Tindak lanjut ini mencakup pemberian arahan, perbaikan prosedur, peningkatan kapasitas, atau langkah-langkah lain yang diperlukan untuk memperbaiki pelaksanaan tugas dan fungsi unit/satker.

Mekanisme pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi ini dirancang untuk memastikan memiliki pemahaman yang baik tentang kebijakan, standar, dan prosedur yang terkait dengan ketetapan maupun keputusan. Melalui bimbingan dan supervisi yang efektif, diharapkan pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik dan menghasilkan dampak yang positif bagi masyarakat setempat.



Fungsi keenam, pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah untuk memastikan koordinasi yang baik dan efektivitas implementasi kebijakan. Tahapan beberapa mekanisme yang umum digunakan:
Pertama, penyusunan perencanaan program. Pusat melakukan perencanaan program kegiatan teknis yang mencakup identifikasi kebutuhan, penentuan tujuan, strategi, indikator keberhasilan, dan alokasi anggaran. Hal ini dilakukan berdasarkan kebijakan dan arahan nasional yang ditetapkan.

Kedua, Menyusun petunjuk teknis. Pusat menyusun petunjuk teknis yang berisi panduan operasional bagi pelaksanaan kegiatan teknis. Petunjuk ini memberikan arahan tentang langkah-langkah yang harus diikuti, prosedur, metode, dan standar yang harus dipatuhi dalam pelaksanaan kegiatan.

Ketiga, adanya koordinasi antara pusat dan daerah. Pelaksanaan kegiatan rapat koordinasi secara berkala untuk membahas perencanaan, implementasi, dan evaluasi kegiatan teknis. Rapat ini bertujuan untuk memastikan keselarasan antara kebijakan nasional dan pelaksanaan di tingkat daerah serta bertukar informasi dan pengalaman antara pusat dan daerah. Selanjutnya Tim pendamping pusat dapat menugaskan tim pendamping untuk mendukung pelaksanaan kegiatan teknis di daerah. Tim ini memberikan bimbingan, konsultasi, dan pendampingan langsung dalam menjalankan kegiatan sesuai dengan petunjuk teknis.

Keempat, transfer pengetahuan dan kapasitas. Menyelenggarakan pelatihan dan workshop untuk memperkuat kapasitas unit kerja dalam melaksanakan kegiatan teknis. Pelatihan ini mencakup pemahaman konsep, pemahaman petunjuk teknis, pemahaman metode pelaksanaan, dan keterampilan yang diperlukan. Pertukaran informasi dan Best Practice. Pusat dan daerah saling berbagi informasi, pengalaman, dan praktik terbaik dalam pelaksanaan kegiatan teknis. Pertukaran ini dapat dilakukan melalui pertemuan, forum diskusi, jaringan komunikasi, atau platform berbagi pengetahuan.

Kelima, monitoring dan evaluasi. Pusat melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan teknis. Monitoring dilakukan untuk memantau kemajuan, penggunaan anggaran, dan kepatuhan terhadap petunjuk teknis. Evaluasi dilakukan untuk mengevaluasi hasil, dampak, dan keberhasilan pelaksanaan kegiatan serta mengidentifikasi masalah atau tantangan yang perlu ditangani.

Keenam, penyampaian laporan dan pertanggungjawaban. Satuan kerja unit terendah melaporkan pelaksanaan kegiatan teknis kepada pusat secara berjenjang. Laporan ini mencakup capaian kinerja, penggunaan anggaran, kendala yang dihadapi, dan informasi lain yang relevan. Pusat kemudian melakukan analisis laporan dan memberikan umpan balik, rekomendasi, atau arahan.

Melalui mekanisme tersebut, diharapkan pelaksanaan kegiatan teknis dapat berjalan secara terkoordinasi antara pusat dan daerah, sehingga mencapai hasil yang diharapkan dalam mendukung pembangunan dan pelayanan publik yang lebih baik di tingkat daerah sampai di unit terkecilnya.


Pembahasan lanjutan
fungsi ketujuh, penyelenggaraan jaminan produk halal. Dapat melibatkan berbagai mekanisme untuk memastikan bahwa produk yang dihasilkan atau dikonsumsi oleh masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip halal. Tahapan mekanisme yang umum digunakan dalam penyelenggaraan jaminan produk halal:
Pertama, legislasi dan kebijakan. Menetapkan peraturan atau keputusan terkait jaminan produk halal yang mengatur persyaratan, prosedur, dan pengawasan terhadap produksi, distribusi, dan konsumsi produk halal. Menetapkan standar halal yang harus dipatuhi oleh produsen dan distributor dalam menghasilkan, menyimpan, dan mengedarkan produk halal. Standar ini mencakup bahan baku, proses produksi, dan labelisasi produk.

Kedua, mekanisme sertifikasi halal. Terdapat lembaga sertifikasi halal yang ditunjuk untuk melakukan proses penilaian dan sertifikasi terhadap produk yang dianggap halal. Lembaga ini akan memeriksa kesesuaian produk dengan standar halal yang berlaku dan memberikan sertifikat halal jika memenuhi persyaratan. Tak kalah penting audit halal. Produsen dan distributor produk halal dapat mengajukan permohonan kepada lembaga sertifikasi untuk melakukan audit halal pada fasilitas produksi mereka. Audit ini bertujuan untuk memastikan kepatuhan terhadap standar halal dalam semua tahap produksi dan distribusi produk.

Ketiga, pengawasan dan pemeriksaan. Otoritas kewenangan untuk melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap produsen, distributor, dan pengecer produk halal. Mereka melakukan pengawasan untuk memastikan bahwa produk yang diperjualbelikan memenuhi persyaratan halal dan memberlakukan sanksi bagi mereka yang melanggar aturan. Adanya laboratorium yang dilengkapi dengan fasilitas dan keahlian untuk melakukan pengujian terhadap produk, baik bahan baku maupun produk jadi, untuk memastikan kehalalan mereka. Pengujian meliputi analisis bahan, aditif, atau kontaminan yang mungkin terdapat dalam produk.

Selanjutnya keempat, adanya penyuluhan dan pendidikan. Harmonisasi penyuluhan masyarakat. Bersama dengan lembaga keagamaan dan lembaga pendidikan, menyelenggarakan program penyuluhan dan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya konsumsi produk halal, kaidah halal, dan cara mengenali serta memilih produk halal. Penting dalam menyelenggarakan pelatihan dan peningkatan kapasitas bagi pelaku industri dan pihak terkait lainnya untuk memastikan pemahaman yang baik tentang jaminan produk halal, penerapan standar, dan prosedur produksi yang sesuai.

Terakhir kelima, sistem informasi dan labelisasi. Mengembangkan dan mengelola sistem informasi terpusat yang mencakup basis data produk halal, sertifikasi, dan lembaga sertifikasi yang terakreditasi. Hal ini dapat memberikan akses informasi yang mudah dan transparan kepada masyarakat. Point labelisasi. Produsen dan distributor produk halal diwajibkan untuk memberikan label halal yang jelas pada kemasan produk mereka. Label ini memberikan jaminan kepada konsumen bahwa produk tersebut telah terjamin kehalalannya.

Mekanisme ini diharapkan dapat menjaga integritas dan kualitas produk halal serta memberikan kepastian kepada konsumen mengenai produk yang mereka konsumsi sesuai dengan prinsip halal.



Fungsi delapan, rumusan dan pemberian rekomendasi kebijakan di bidang agama melibatkan berbagai pihak yang terkait, baik dari internal maupun eksternal. Beberapa mekanisme yang umum digunakan:
Pertama, konsultasi dan diskusi. Melakukan konsultasi internal antara para pemangku kepentingan di bidang agama, seperti pejabat pemerintah, cendekiawan agama, tokoh agama, akademisi, dan praktisi. Mereka diajak untuk memberikan masukan, perspektif, dan saran terkait kebijakan agama yang akan dirumuskan. Melakukan konsultasi dengan masyarakat umum, organisasi agama, komunitas keagamaan, dan pemimpin agama untuk mendapatkan pandangan mereka terkait kebijakan agama yang akan dibuat. Konsultasi ini dapat dilakukan melalui forum diskusi, pertemuan terbuka, atau dialog dengan pemangku kepentingan.

Kedua, adanya penelitian dan kajian. Memfasilitasi studi dan penelitian yang melibatkan para pakar agama, akademisi, dan peneliti untuk mendapatkan pemahaman mendalam tentang isu-isu yang berkaitan dengan kebijakan agama. Studi dan penelitian ini dapat menghasilkan informasi dan rekomendasi yang mendasari perumusan kebijakan. Melakukan kajian komparatif terhadap kebijakan agama di negara lain atau praktik-praktik terbaik yang telah diterapkan. Hal ini dapat memberikan masukan berharga dalam merumuskan kebijakan agama yang sesuai dengan konteks dan kebutuhan.

Ketiga, kelompok kerja dan komite. Dapat membentuk kelompok kerja atau tim khusus yang terdiri dari para ahli, pemangku kepentingan, dan praktisi agama untuk merumuskan kebijakan agama. Kelompok kerja ini bertugas untuk mengkaji isu-isu yang relevan, menyusun rancangan kebijakan, dan memberikan rekomendasi kepada pemerintah. Membentuk komite penasehat yang terdiri dari tokoh-tokoh agama dan cendekiawan agama terkemuka. Komite ini berfungsi sebagai lembaga penasehat yang memberikan masukan dan rekomendasi kebijakan agama.

Keempat, proses legislatif dan peraturan. Legislasi jika kebijakan agama membutuhkan pengesahan undang-undang atau amendemen perundang-undangan, dapat juga mengajukan rancangan undang-undang kepada badan legislatif yang berwenang. Proses legislasi melibatkan pembahasan, perumusan, dan pengesahan kebijakan agama secara resmi. Peraturan administratif jika kebijakan agama tidak memerlukan legislasi, dapat juga menerbitkan peraturan atau keputusan administratif yang mengatur implementasi dan pelaksanaan kebijakan agama. Prosedur perumusan peraturan ini biasanya melibatkan kementerian atau lembaga terkait yang memiliki kewenangan di bidang agama.

Mekanisme perumusan dan pemberian rekomendasi kebijakan di bidang agama didesain untuk memastikan partisipasi berbagai pihak yang terkait, mendapatkan masukan yang luas, dan mempertimbangkan aspek hukum, kebijakan, sosial, dan agama.


Pada fungsi sembilan, pengembangan sumber daya manusia di bidang keagamaan merupakan hal penting untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalisme para tenaga keagamaan. Mekanisme yang umum digunakan dalam pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia di bidang keagamaan:
Pertama, adanya identifikasi kebutuhan. Melakukan analisis kebutuhan untuk menentukan kompetensi dan keterampilan yang diperlukan dalam bidang keagamaan. Analisis ini mencakup identifikasi tren, tantangan, dan kesenjangan yang ada dalam pengembangan sumber daya manusia di bidang keagamaan. Melakukan konsultasi dengan para pakar agama, akademisi, lembaga pendidikan, dan praktisi keagamaan untuk memperoleh masukan mengenai kebutuhan pengembangan sumber daya manusia di bidang keagamaan.

Kedua, melalui program pendidikan dan pelatihan. memfasilitasi pengembangan program pendidikan formal, seperti program sarjana, magister, dan doktor di bidang keagamaan. Program ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan teoritis dan keterampilan praktis kepada calon tenaga keagamaan. Menyelenggarakan pelatihan dan workshop yang berfokus pada peningkatan keterampilan dan pemahaman praktis dalam bidang keagamaan. Pelatihan ini dapat mencakup berbagai topik, seperti bimbingan konseling agama, manajemen keagamaan, kepemimpinan, dan pelayanan sosial.

Ketiga, pengawasan dan evaluasi. Melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan program pengembangan sumber daya manusia di bidang keagamaan. Pemantauan ini meliputi evaluasi terhadap kurikulum, metode pengajaran, fasilitas pendidikan, dan kualifikasi tenaga pengajar. Melakukan evaluasi terhadap hasil dan dampak program pengembangan sumber daya manusia di bidang keagamaan. Evaluasi ini meliputi penilaian terhadap peningkatan kompetensi, penerapan keterampilan dalam praktik keagamaan, dan dampak positif yang dihasilkan.

Keempat, fasilitas pendanaan. Mengalokasikan anggaran untuk mendukung program pengembangan sumber daya manusia di bidang keagamaan, termasuk pendidikan formal, pelatihan, fasilitas pendidikan, dan penelitian di bidang keagamaan. Dapat mencari sumber pendanaan eksternal, seperti dana hibah atau kerjasama dengan organisasi internasional, lembaga donor, atau yayasan untuk mendukung program pengembangan sumber daya manusia di bidang keagamaan.

Kelima, kemitraan dan kolaborasi. Melakukan kerjasama dengan lembaga keagamaan, seperti organisasi agama, pesantren, lembaga pendidikan agama, dan lembaga keagamaan lainnya untuk mengembangkan program pengembangan sumber daya manusia yang relevan dengan kebutuhan dan nilai-nilai keagamaan. Menjalin kolaborasi dengan lembaga pendidikan, seperti universitas, institut, dan sekolah tinggi keagamaan, untuk mengembangkan program pengembangan sumber daya manusia di bidang keagamaan dan meningkatkan kualitas pendidikan agama.

Melalui mekanisme tersebut, diharapkan pengembangan sumber daya manusia di bidang keagamaan dapat dilakukan dengan sistematis dan berkelanjutan, sehingga menghasilkan tenaga keagamaan yang berkualitas, kompeten, dan mampu memberikan kontribusi positif dalam melayani masyarakat dalam bidang keagamaan.



Memberikan dukungan substantif kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Agama merupakan fungsi sepuluh, terdapat beberapa mekanisme yang dapat dilakukan:
PertamaMenyusun kebijakan dan arahan yang bertujuan untuk memberikan dukungan substantif kepada seluruh unsur unit organisasi. Kebijakan ini mencakup panduan, prosedur, dan standar yang harus dipatuhi dalam melaksanakan tugas dan program di berbagai bidang keagamaan. Secara aktif berkomunikasi dan menyampaikan kebijakan kepada seluruh unsur organisasi, baik melalui surat edaran, pengumuman, instruksi, atau rapat kerja. Tujuannya adalah untuk memastikan pemahaman yang jelas dan konsistensi dalam pelaksanaan tugas.

Kedua, adanya pendampingan dan pembinaan. Dapat memberikan pendampingan teknis kepada unsur unit organisasi dalam pelaksanaan tugas dan programnya. Pendampingan ini mencakup pemberian arahan, bimbingan, dan konsultasi langsung untuk memastikan pemahaman yang baik tentang kebijakan dan pelaksanaan yang tepat. Menyelenggarakan program pembinaan dan pelatihan untuk mengembangkan kompetensi dan keterampilan pegawai dalam melaksanakan tugasnya. Program ini mencakup pemahaman agama, manajemen organisasi, keahlian teknis, dan penguatan kapasitas lainnya.

Ketiga, pengawasan dan evaluasi. Melakukan monitoring dan pemeriksaan terhadap pelaksanaan tugas dan program oleh seluruh unsur unit organisasi. Monitoring dilakukan untuk memastikan kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur yang berlaku, sedangkan pemeriksaan dilakukan untuk mengevaluasi kualitas, efektivitas, dan efisiensi pelaksanaan tugas. Melakukan evaluasi kinerja terhadap seluruh unsur unit organisasi. Evaluasi ini mencakup penilaian terhadap capaian hasil, penggunaan anggaran, dan pencapaian target kerja. Hasil evaluasi digunakan untuk memberikan umpan balik, pengakuan, atau perbaikan yang diperlukan.

Keempat, membangun sistem informasi dan komunikasi. Adanya sistem informasi yang memfasilitasi akses terhadap informasi, kebijakan, pedoman, dan sumber daya yang relevan bagi seluruh unsur unit organisasi. Sistem ini dapat berupa portal, intranet, atau platform berbagi pengetahuan yang mempermudah akses dan pertukaran informasi. Menjaga komunikasi internal yang baik dengan seluruh unsur organisasi melalui berbagai saluran komunikasi, seperti rapat kerja, surat edaran, email, atau sistem komunikasi internal lainnya. Komunikasi yang efektif membantu menyampaikan arahan, informasi, dan dukungan yang substantif.

Melalui mekanisme ini, diharapkan Kementerian Agama dapat memberikan dukungan yang substantif kepada seluruh unsur organisasi dalam melaksanakan tugas dan programnya. Dukungan tersebut mencakup pemahaman kebijakan, pengembangan kompetensi, pemantauan pelaksanaan tugas, dan akses terhadap informasi yang relevan. Melalui beberapa ulasan strategi ini, Kementerian Agama dapat memenuhi fungsi-fungsinya dengan lebih efektif, meningkatkan kualitas layanan keagamaan, memperkuat pengawasan, dan mempromosikan nilai-nilai agama dalam kehidupan masyarakat. Semoga...



Tidak ada komentar:

Posting Komentar