Mencari Pemimpin yang Adaptif

 


Pemimpin adaptif adalah mereka yang bisa membaca situasi, merespon perubahan dengan cepat secara efektif, dan dapat membuat keputusan tepat sesuai permasalahan. Hal ini, tidak hanya memastikan Kementerian Agama bisa bertahan, tetapi juga maju di masa depan. Dengan memahami konteks dan menyesuaikan tindakan, pemimpin ini dapat mengatasi tantangan, mengambil peluang, dan membawa organisasi lebih maju.

Segala daya dan upaya target kinerja pegawai ASN Kementerian Agama dapat dimaksimalkan sampai di penghujung tahun 2024 ini. Selaras mengutip pernyataan Menteri Agama dalam kegiatan Rakernas beberapa bulan lalu.

Atas dasar itu, melalui Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Kementerian Agama Tahun 2024, selain merumuskan strategi program yang kontekstual guna menjawab tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia ke depan, kita juga harus secara serius mengevaluasi capaian atas kinerja yang telah berhasil kita peroleh, dan kemudian harus dituntaskan di tahun 2024.
Sumber: Outlook Kementerian Agama 2024 “Makin Digital Kian Menjangkau Umat”

Mengingat apresiasi dan penghargaan dari banyak pihak atas ketercapaian hasil kinerja Kementerian Agama yang diraih di Tahun 2023 sebelumnya. Pengakuan yang dapat kita banggakan, sebagai ASN Kementerian Agama.

Opini publik sering menganggap birokrasi di Kementerian Agama kompleks dan kaku. Untuk itu, kita butuh pemimpin yang adaptif, agar mampu membuat keputusan cepat dan efisien meski ada resistensi dari dalam. Pemimpin adaptif dapat mempromosikan toleransi, menjadi teladan dalam menghormati perbedaan dan memupuk persatuan di tengah keragaman umat.

Melalui Pengumuman Sekretaris Jenderal Kementerian Agama RI Nomor: 02-P/PANSEL/05/2024, tanggal 08 Mei 2024 akan dilaksanakan seleksi terbuka calon pejabat pimpinan tinggi pratama di Kementerian Agama. Jabatan ini terbuka bagi PNS yang memenuhi persyaratan untuk mengisi formasi jabatan tersebut.

Menarik dibahas lebih lanjut, tertuang persyaratan khusus setiap jabatan yang dilamar mewajibkan mampu melaksanakan tugas dan fungsi Kementerian Agama. Keahlian khusus menjadi pemimpin adaptif, terurai permasalahan dan solusinya: Pertama, keragaman Agama dan kepercayaan yang luas. Pemimpin yang adaptif harus bisa memahami dan mengelola perbedaan ini dengan bijaksana. Tantangan utamanya adalah bagaimana menjaga keseimbangan dan keadilan tanpa memihak salah satu kelompok tertentu, yang bisa memicu ketegangan sosial.

Pemimpin yang dipilih harus bisa memahami dan mengelola keragaman agama dengan bijak. Mereka perlu membuat kebijakan inklusif dan adil bagi semua kelompok agama untuk menjaga kerukunan dan kedamaian umat.

Kedua, resistensi terhadap perubahan dan kebijakan Nasional. Sebagai institusi yang sudah lama berdiri, Kementerian Agama bisa saja menghadapi resistensi internal terhadap perubahan. Pemimpin yang adaptif memiliki keterampilan komunikasi dan kepemimpinan yang kuat untuk mengatasi resistensi ini, memotivasi pegawainya mendukung perubahan.

Pemimpin adaptif dapat mengatasi inefisiensi. Mereka perlu membuat sistem yang lebih transparan, akuntabel, dan responsif terhadap kebutuhan publik.

Ketiga, pendekatan kepemimpinan kontekstual yang dinamis. Pemimpin yang adaptif harus mampu mengubah pendekatan sesuai dengan konteks perubahan, seperti perubahan sosial, dan teknologi. Namun, seringkali terdapat keterbatasan dalam data dan informasi yang akurat untuk mendukung pengambilan keputusan yang adaptif.

Pemimpin adaptif yang peka terhadap perubahan sosial dan teknologi harus bisa menyesuaikan program strategis. Mereka perlu mengintegrasikan teknologi dalam program untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas layanan.

Keempat, kualitas pendidikan agama yang bervariasi. Pemimpin yang adaptif perlu mengatasi disparitas ini dengan kebijakan yang dapat diterapkan secara efektif di berbagai daerah, baik yang maju maupun tertinggal. Namun, ini membutuhkan sumber daya yang cukup dan mumpuni sesuai kompetensi di bidangnya.

Pemimpin diharapkan bisa mengembangkan inovasi dalam pendidikan agama agar kualitasnya merata dan meningkat di berbagai daerah. Ini termasuk memanfaatkan teknologi untuk memperluas akses dan meningkatkan pengajaran.

Kelima, masalah korupsi dan kurangnya integritas masih menjadi tantangan di berbagai instansi pemerintah termasuk Kementerian Agama. Pemimpin yang adaptif harus memiliki komitmen kuat terhadap transparansi dan akuntabilitas serta mampu menerapkan sistem yang mengurangi peluang terjadinya korupsi.

Diharapkan pemimpin terpilih punya integritas tinggi dan berkomitmen memberantas korupsi. Mereka mampu menciptakan lingkungan kerja yang transparan, bertanggung jawab, dan menegakkan nilai-nilai etika dalam pelayanan.

Keenam, program strategis Kementerian Agama butuh koordinasi dengan lembaga lain di tingkat nasional dan daerah. Pemimpin adaptif harus bisa menjalin kerjasama efektif, meski bisa jadi sulit saat ada perbedaan visi dan prioritas. Menggunakan teknologi dalam program bisa tingkatkan efisiensi dan jangkauan, tapi tantangannya adalah memastikan akses dan kemampuan teknologi merata, terutama di daerah terpencil.

Pemimpin adaptif diharapkan mampu berkolaborasi dengan lembaga lain, baik di tingkat nasional maupun daerah. Kemampuan berkoordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan akan krusial untuk menyelesaikan program-program strategis secara efektif.

Kami membutuhkan pemimpin yang visioner, berintegritas tinggi, dan memiliki kemampuan manajerial kuat untuk mencapai tujuan strategis Kementerian Agama.

Dengan pemimpin yang adaptif secara kontekstual, diharapkan Kementerian Agama dapat lebih efektif dalam menyelesaikan program-program strategisnya, meningkatkan pelayanan, dan berkontribusi dalam menciptakan Indonesia yang lebih damai, adil, dan sejahtera.

Pekanbaru, 17 Mei 2024

Oleh: Andriandi Daulay

Follow me on

FB       :Andrikepegawaianriau
Youtube  :@AndriandiDaulay
Istagram :@Andrikepegawaianriau
tiktok   :@AndriandiDaulay
LinkedIn :@Andriandi Daulay


*) Opini ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja 

1 komentar: