Asas Kepastian Hukum, KMA 550/2022.




Penyelenggaraan kebijakan dan Manajemen ASN mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan. Sesuai penjelasan pasal 2 huruf a, amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 terkait topik asas kepastian hukum. Landasan legal tersebut juga harus memperhatikan kemanfaatan dan keadilan. Kompromi, dan mendapat perhatian secara proporsional seimbang. Tetapi dalam praktek tidak selalu mudah mengusahakan kompromi secara proporsional seimbang antara ketiga unsur tersebut. Ketaatan menjalankan aturan secara konsisten dan obyektif masih belum maksimal. Tanpa kepastian hukum orang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya dan akhirnya timbul keresahan. Tetapi terlalu menitikberatkan pada kepastian hukum, dan terlalu ketat mentaati peraturan hukum, akibatnya kaku dan menimbulkan rasa tidak adil. Akan tetapi, kepastian hukum mempertegas kejelasan akan hak dan kewajiban. Sehingga beberapa kasus aturan yang ada, bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi.

KMA 550/2022, tentang Pemberian Kuasa Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian PNS pada Kementerian Agama, ditetapkan 27 Mei 2022, mencabut dua Keputusan. Ilustrasinya pendelegasian kuasa, meliputi: a. Kepala Biro Kepegawaian dsb, belum ditetapkan atau berhalangan tetap, kuasa diberikan kepada Sekretaris Jenderal, b. Kepala Kanwil Kemenag Provinsi dsb, belum ditetapkan atau berhalangan tetap, kuasa diberikan kepada Kepala Biro Kepegawaian, c. Kepala Kemenag Kab/Kota dsb, belum ditetapkan atau berhalangan tetap, kuasa diberikan Kepala Kanwil Kemenag Provinsi, dan d. Pejabat Administrator yang membidangi Kepegawaian dsb, belum ditetapkan atau berhalangan tetap, kuasa diberikan kepada Kepala Biro Kepegawaian. Diksi berikutnya pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian dalam jabatan Pengawas pada Kementerian Agama setingkat Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama dan Madya dapat ditetapkan setelah mendapat persetujuan Kepala Biro Kepegawaian. Kemanfaatan hukum dilihat dari komunikasi menjadi solusi, dan kemampatan yang disebabkan oleh potensi-potensi negatif yang ada pada manusia. Hukum untuk ditaati. Ketaatan menjalankan aturan secara konsisten dan obyektif masih belum maksimal. Aturan adakalanya tidak diiringi petunjuk pelaksanaan dan/atau petunjuk teknis. Adanya fungsi penjelasan untuk mengoperasionalkan aturan. Menghindari aturan tergantung atas pemahaman yang tidak tunggal.

Bagaimanapun juga, tujuan penetapan hukum adalah untuk menciptakan keadilan. Oleh karena itu, hukum harus ditaati walaupun jelek dan tidak adil. Hukum bisa saja salah, tetapi sepanjang masih berlaku, hukum itu seharusnya diperhatikan dan dipatuhi. Kita tidak bisa membuat hukum 'yang dianggap tidak adil'. Itu menjadi lebih baik dengan merusak hukum itu. Semua pelanggaran terhadap hukum itu menjatuhkan penghormatan pada hukum dan aturan itu sendiri. Menjabarkan prinsip hierarki Peraturan Perundang-undangan, memuat:
  1. Lex superiori derogat legi inferiori: peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Asas ini berlaku pada dua peraturan yang hierarkinya tidak sederajat dan saling bertentangan.
  2. Lex specialis derogat legi generali: peraturan yang lebih khusus mengesampingkan peraturan yang lebih umum. Asas ini berlaku pada dua peraturan yang hierarkinya sederajat dengan materi yang sama.
  3. Lex posteriori derogat legi priori: peraturan yang baru mengesampingkan peraturan lama. Asas ini berlaku saat ada dua peraturan yang hierarkinya sederajat dengan tujuan mencegah ketidakpastian hukum.
Peraturan hanya bisa dihapus dengan peraturan yang kedudukannya sederajat atau lebih tinggi. Akan tetapi kepastian hukum mungkin sebaiknya tidak dianggap sebagai elemen yang mutlak ada setiap saat, tapi sarana yang digunakan sesuai dengan situasi dan kondisi dengan memperhatikan asas manfaat dan efisiensi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar